REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Yayasan Lupus Indonesia (YLI) meminta pemerintah, khususnya Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan tidak melakukan diskriminasi biaya pengobatan penderita penyakit Lupus dengan penyakit mematikan lainnya seperti kanker atau Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS).
Ketua YLI, Tiara Savitri mengatakan, sebenarnya BPJS Kesehatan memang menanggung biaya terapi maupun pengobatan orang yang hidup dengan lupus (odapus).
“Tetapi, yang ditanggung adalah standar terapi biasa. Dibandingkan pengidap kanker dan AIDS, para odapus hanya menerima sekitar 20 persen dari biaya pengobatan mereka,” katanya, di Jakarta, Kamis (7/5).
Padahal, lupus adalah penyakit multiorgan. Tiara menyontohkan ketika lupus menjangkiti organ vital seperti ginjal maka odapus membutuhkan terapi albumin protein.
Satu pasien lupus yang terkena kebocoran ginjal membutuhkan sedikitnya 10 botol albumin yang harganya relatif mahal. Harganya di kisaran antara Rp 2,1 juta sampai Rp 2,2 juta per botol. Tiara yang juga odapus bahkan mengaku telah menghabiskan 80 botol albumin.
“Kalaupun ada albumin yang ditanggung pemerintah, itu hanya sebotol,” ujarnya.
Untuk meringankan beban odapus, pihaknya menjalin kerja sama dengan perusahaan farmasi untuk membeli obat. Sehingga, odapus bisa membeli satu botol albumin antara Rp 1,4 juta sampai Rp 1,8 juta.
Ia juga menyayangkan tindakan pemerintah yang menganggap obat-obatan untuk odapus tidak seharusnya dikonsumsi atau offlabel.
Padahal, kata dia, obat-obatan tersebut sudah digunakan di seluruh dunia. Untuk itu, pihaknya ingin supaya BPJS Kesehatan bisa meng-cover semua biaya pengobatan dan terapi lupus karena harganya sangat menguras kantong.
“Sebab, kalau tidak ada obat-obatan itu dan terapinya terputus maka akibatnya fatal yaitu kematian,” katanya.
Ia menyebutkan, tujuh orang odapus di Warakas, Jakarta Utara, meninggal dunia akibat tidak memiliki dana cukup untuk berobat. “Itu baru di Jakarta saja, belum daerah lainnya,” katanya.
Ia memperkirakan ada 1,5 juta odapus di Indonesia. Untuk itu, pihaknya juga mengirim surat cinta kepada Presiden Indonesia Joko Widodo untuk meminta perhatiannya agar odapus tidak didiskriminasi dengan sistem kartu sehat dan BPJS Kesehatan yang sama sekali tidak memberikan keadilan bagi para odapus.
“Hal ini menimbulkan pertanyaan mengapa nyawa odapus tidak berharga di mata pembuat keputusan?toh kalaupun pengobatan kami ditanggung semua tidak ada sepersekiannya dari kemoterapi,” katanya.