REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Meski telah 17 tahun berlalu, tragedi kerusuhan Mei tahun 1998 masih sangat membekas di ingatan seorang Ruminah (58 tahun).
Peristiwa yang terjadi menjelang runtuhnya kekuasaan Orde Baru itu, tak hanya membuat usahanya berantakan tetapi juga anak laki-lakinya bernama Gunawan (12) yang hilang tanpa kabar hingga saat ini.
"Anak saya tidak pernah ditemukan hingga saat ini. Jenazahnya juga tidak ada," katanya, di Jakarta, Selasa (12/5).
Dengan mata menerawang, ia menceritakan kisah awal mula hilangnya sang buah hati. Ruminah mengatakan, saat itu ia menyewa salah satu stan di Yogya Department Store Mall, Klender, Jakarta Timur, dengan membuka usaha salon. Sampai kemudian terjadilah kerusuhan berdarah itu.
Pada tanggal 15 Mei 1998, Ruminah seperti biasa membuka usahanya. Gunawan, kata dia, saat itu sepulang sekolah bermain dan berkunjung ke salonnya.
Ia mengaku sama sekali tidak punya perasaan buruk saat pertama kali mendengar ada keributan di lantas bawah Yogya Department Store.
Ruminah berpikir kejadian itu ada di lantai bawah dan ia berpikir dirinya dan usahanya aman karena ia berada di lantai atas. Namun ia salah, tidak berselang lama, pengunjung berebut merengsek naik keatas dan merusak stan.
Tak cukup hanya merusak, tempat-tempat usahanya ikut di coret-coret. Anaknya saat itu masih bersamanya dan mereka bergegas keluar untuk menyelamatkan diri. Mereka kemudian turun ke bawah, tetapi kemudian anaknya hilang.
"Saya mencari Gunawan, tetapi ada yang memukul saya dari belakang dan saya pingsan. Ketika saya bangun ternyata anak saya tidak ditemukan," ujarnya.
Setelah sadar, ia bersama suami dan keluarganya berkeliling mencari Gunawan. Bahkan, mereka telah melapor ke pihak berwajib, namun hasilnya nihil.
Tak hanya itu, ia juga melaporkan kehilangan anak ketiganya ke kelurahan, Komisi Nasional (Komnas) Hak Asasi Manusia (HAM), militer Kodam Brawijaya, fraksi partai hingga bertemu Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
"Saya mungkin sudah 10-20 kali ke DPR. Tetapi tidak pernah ditanggapi," keluhnya.
Puncaknya, ia mengaku bertemu dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan meminta kejelasan nasib anaknya. Pak SBY,mengatakan kepada dirinya bahwa kasus 1998 bisa diusut.
"Pak SBY mengatakan kepada saya kalau dia memerintahkan jaksa supaya kasus 98 dilanjutkan," katanya.
Tetapi hingga saat ini, ia belum mendapat kabar. Namun, ia masih menyimpan harapan ada keadilan untuk korban Mei 98 termasuk anaknya. Ia merasa kasus ini belum selesai.
Jika kasus ini tidak dilanjutkan, ia tetap tidak tenang, dan sakit hati. Kalau kasus ini tidak diselesaikan, ia menegaskan sampai kapanpun keluarga korban yang hidup akan berteriak menuntut.
"Presiden sudah ganti tetapi sampai sekarang belum selesai, kebangetan kan. Saya harap presiden Joko Widodo (Jokowi) menyelesaikannya," ujarnya.
Meski telah belasan tahun berlalu, namun Ruminah tetap optimistis bisa mendapat kabar putranya itu. Sementara itu, Staf Pengembangan sumber daya HAM Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam) Rini Prasnawati mengatakan, korban tragedi Mei 98 tidak diam.
"Kami berkumpul, ingat kasus yang belum selesai, dan berjuang mencari keadilan," katanya.
Dia menceritakan, setiap hari Kamis, keluarga korban Mei 98 berdiri di depan istana dan setiap bulan berkumpul untuk menuntut keadilan. Ia optimistis tahun ini masih ada sedikit harapan.