REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Plt Wakil Ketua KPK Indriyanto Seno Adji mengatakan, putusan hakim praperadilan yang mengabulkan gugatan mantan wali kota Makassar, Ilham Arief Sirajuddin, berbahaya bagi penegakan hukum. Hal itu lantaran hakim menggunakan pola pemeriksaan yang terbalik.
Dia menjelaskan, alat bukti tidak seharusnya diminta atau bahkan ditunjukkan di sidang praperadilan. Sebab, mekanisme penunjukan alat bukti adalah domain pengadilan perkara pokok, bukan praperadilan.
"Jadi pola pemeriksaan terbalik dari hakim ini membahayakan penegakan hukum terhadap pemberantasan korupsi," kata dia saat dikonfirmasi, Rabu (13/5).
Menurutnya, dalam prakteknya sering terjadi potensi yang dilakukan saksi atau tersangka untuk menyamarkan alat bukti, baik menyembunyikan, menghilangkan, atau merusaknya. Padahal, kata dia, filosofi pencarian dan pengumpulan bukti dalam proses penyidikan bersifat tertutup. Hal itu untuk menghindari potensi hilangnya alat bukti tersebut.
Guru besar dari Universitas Krisnadwipayana itu menegaskan, bahwa dalam praperadilan seharusnya tidak perlu menunjukkan alat bukti. Meski Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan bahwa penetapan tersangka adalah objek praperadilan, namun yang dibuktikan di sidang praperadilan adalah prosedur, bukan perkara pokoknya.
"Filosofi tertutup dalam proses pra-ajudikasi (baik dalam proses penyelidikan, penyidikan dan penuntutan) harus tetap dipertahankan sesuai aturan KUHAP," kata Indriyanto.