REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Koordinator Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KRKP), Said Abdullah, menilai kebijakan pertanian di era pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla tidak memiliki kreatifitas yang signifikan. Ia juga menuding target mencapai swasembada padi, jagung, dan kedelai dalam periode tiga tahun hanya target yang sangat ambisius.
''Ambisius karena kondisi ekosistem pertanian sudah sedemikian rusak, ancaman hama penyakit tinggi dan kondisi iklim yang makin tak bisa diprediksi. Selain itu, strategi yang dipakai juga tak ada berubah dari era SBY. Kecuali keterlibatan TNI secara langsung dan rehabilitasi irigasi, selebihnya sama,'' kata Said di Jakarta, Kamis (14/5).
Said juga tidak merasa terkejut ketika rezim Jokowi-JK memutuskan untuk melakukan impor beras. ''Rumor mengenai impor beras akhirnya menjadi kenyataan. Hal ini bukanlah sesuatu yang mengejutkan. Jauh sebelum pemerintah memutuskan impor, bahkan sebelum harga beras bergejolak hebat pada periode Februari-Maret, kami telah mengingatkan sekaligus memprediksikan bahwa impor beras akan terjadi,'' ujarnya.
Lebih lanjut Said mengatakan sepertinya kebijakan kementerian pertanian yang sekarang ini tidak belajar dari pengalaman 10 tahun pada era SBY. Berdasar data FAO, kata dia, dengan pendekatan yang sama Indonesia impor beras sebanyak 7,3 juta ton. Tercatat Indonesia impor beras dalam volume besar pada tahun 2005 sebesar 1,1 juta ton, 2011 sebesar 2,7 juta ton dan 1,8 pada tahun 2012. ''Tetapi pada tahun-tahun ini produksi terjun bebas karena adanya serangan hama penyakit dan sebagian kecil karena bencana banjir atau kekeringan.''
Swasembada yang didekati dengan pendekatan input luar yang tinggi, menurut Said, telah terbukti gagal untuk meningkatkan produksi. Pendekatan ini, kata dia, menyebabkan agroekologi hancur lebur. Kualitas kesuburan tanah, lanjutnya, terus turun karena hama penyakit menjadi semakin resisten.
''Di Jawa kandungan bahan organik di tanah tinggal 0,5 persen dari idealnya di atas 2 persen. Penyemprotan pestisida yang membabibuta mengilangkan musuh alami, hama penyakit makin kebal, akibatnya tingkat serangannya makin hebat,'' paparnya.
Menurut Said, kalaupun terjadi kenaikan sifatnya hanya akan sesaat saja. Jadi bukan tidak mungkin ketika akhir tahun ini produksi naik, 2 atau 3 tahun lagi produksi turun. ''Jika demikian maka impor dilakukan lagi. Jadi ini tidak lagi mengejutkan,'' ujarnya.