Senin 25 May 2015 16:48 WIB

Islah PPP Hanya untuk Kepengurusan Hasil Muktamar Bandung dan Surabaya

Rep: Agus Raharjo/ Red: Bayu Hermawan
Anggot Komisi III DPR Arsul Sani.
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Anggot Komisi III DPR Arsul Sani.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Partai Persatuan Pembangunan (PPP) akan mengupayakan islah agar dapat mengikuti Pilkada. Namun, islah yang dilakukan hanya untuk mengakomodir antara kepengurusan hasil Muktamar Surabaya dan Bandung. Bukan antara Muktamar Surabaya dan Jakarta.

Wakil Sekretaris Jenderal PPP hasil muktamar Surabaya, Arsul Sani mengatakan hasil muktamar Jakarta tidak memiliki legalitas hukum karena tidak disahkan Menteri Hukum dan HAM.

Menurutnya yang memiliki SK Menkumham adalah hasil muktamar Surabaya dan muktamar Bandung sudah pernah memiliki SK. Jadi, alternatif islah yang akan dibahas adalah antara hasil muktamar Surabaya (ketum Romahurmuziy) dengan muktamar Bandung (ketum Suryadarma Ali).

"Alternatifnya adalah menggabungkan kepengurusan hasil Muktamar PPP di Bandung yang DPP-nya dipimpin SDA dengan hasil muktamar Surabaya yang DPP-nya dipimpin oleh Romi," katanya pada Republika, Senin (25/5).

Ia melanjutkan, jadi islah yang akan digagas adalah untuk mengakomodir kepengurusan hasil muktamar Surabaya dan muktamar Bandung. Hal itu akibat putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) yang menerima gugatan ketum PPP muktamar Bandung, Suryadarma Ali atas SK pengesahan muktamar Surabaya oleh Menkumham.

Menurut anggota komisi III DPR RI ini, inti dari islah PPP adalah apakah hasil muktamar Surabaya atau Bandung yang akan mewakili partai. Atau DPP PPP hasil muktamar Surabaya yang diperbaharui dengan memasukkan orang-orang dari DPP PPP hasil muktamar Bandung yang belum terakomodasi.

Namun ia menegaskan, kubu muktamar Surabaya tetap meminta posisi ketua umum tetap dijabat oleh ketum hasil muktamar Surabaya, Romahurmuziy. Bukan Djan Faridz yang saat ini menjadi ketum PPP hasil muktamar Jakarta. Terlebih, Djan Faridz, imbuh Arsul, tidak memenuhi syarat menjadi ketum PPP sesuai dengan AD/ART partai.

"Dimana jabatan Ketum harus pernah jadi pengurus harian 1 periode penuh sebelumnya, Djan Faridz belum pernah jadi pengurus harian," tegasnya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement