REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar hukum dan tata negara Universitas Parahyangan Bandung Asep Warlan Yusuf menilai tindakan Wakil Gubernur DKI Jakarta Djarot Faisal Hidayat yang menyelenggarakan event rutin Pekan Raya Jakarta (PRJ) di Senayan, tanpa sepengetahuan Gubernur Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), telah menyimpang dari prosedur yang seharusnya.
Pasalnya berdasarkan ketentuan Undang-Undang No 23 tahun 2014 tentang pemerintah daerah, wakil gubernur adalah pembantu, yang tugasnya ditentukan oleh gubernur. Dia juga mengatakan, seharusnya Ahok diberikan laporan terkait pemberian izin penyelenggaraan PRJ tersebut.
"Apalagi, pembukaan acara itu nanti dihadiri juga oleh gubernur dan menteri, misalnya. Nanti kalau Ahok ditanya-tanya soal acara tersebut oleh menteri, lalu tidak bisa menjawab bagaimana," tutur Asep kepada Republika, Senin (1/6).
Dia menyatakan, tidak ada rencana yang komprehensif dan detail pada penyelenggaraan PRJ tahun ini. Karena terlihat tidak adanya koordinasi antara Ahok dengan Djarot.
Sebelumnya, Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama menyesalkan pemberian izin Pesta Rakyat Jakarta (PRJ) di Senayan, Jakarta Pusat oleh Wakil Gubernur (Wagub), Djarot Saiful Hidayat. Bahkan, ia sampai menyinggung Djarot bukanlah pasangannya.
Dengan pembukaan PRJ tersebut, Ahok mengaku banyak pedagang yang dirugikan. Pedagang dimintakan tarif yang besar, namun tak sesuai dengan harga yang dibayarkan. Ahok mengatakan, PRJ Senayan dapat mengulangi kasus PRJ Monas. Banyak oknum yang menyewakan lapak kepada para pedagang.
Namun, Wakil Gubernur DKI Jakarta, Djarot Saiful Hidayat mengatakan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama telah mengetahui perihal memberikan izin pada penyelenggaraan Pesta Rakyat Jakarta (PRJ) di Senayan, Jakarta Pusat.
"Mungkin Pak Gubenur lupa yah dan kemarin (Ahad) sudah saya sampaikan kok itu, enggak ada masalah," kata Djarot di Balai Kota Jakarta, Senin (1/6).