REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan Direktur PLN sekaligus mantan Menteri BUMN, Dahlan Iskan mengaku baru mengetahui jika ia telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta, dalam kasus dugaan korupsi gardu induk PLN Jawa, Bali dan Nusa Tenggara tahun anggaran 2011-2013.
"Kini ternyata saya benar-benar jadi tersangka. Penetapan saya sebagai tersangka ini saya terima dengan penuh tanggung jawab," ujarnya, Jumat (5/6).
Dahlan melanjutkan, ia akan mempelajari apa yang sebenarnya terjadi dengan proyek-proyek gardu induk tersebut. Ia mengaku sudah lebih dari tiga tahun tidak mengikuti perkembangannya.
"Saya ambil tanggungjawab ini karena sebagai KPA saya memang harus tanggung jawab atas semua proyek itu. Termasuk apa pun yang dilakukan anak buah. Semua KPA harus menandatangani surat pernyataan seperti itu dan kini saya harus ambil tanggungjawab itu," katanya.
Sebelumnya, Kejaksaan Tinggi DKI menetapkan mantan Dirut Perusahaan Listrik Negara (PLN) Dahlan Iskan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi gardu induk PLN Jawa, Bali dan Nusa Tenggara tahun anggaran 2011-2013.
"DI ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejati DKI Jakarta dalam pembangunan gardu induk PLN," kata Kepala Kejati DKI Adi Toegarisman di Jakarta, Jumat (5/6).
Adi mengatakan Dahlan sudah diperiksa sebagai saksi dua kali terkait kasus tersebut. Kemarin, Dahlan diperiksa 8 jam sebagai saksi. Dahlan diperiksa selama 9 jam setelah dua kali mangkir dari panggilan tim penyidik.
Adi menambahkan, Dahlan hadir bersama kuasa hukumnya, Pieter Talaway. Hari ini pun Dahlan kembali menjalani pemeriksaan yang berujung dengan penetapan status hukumnya.
"Tim penyidik menyatakan bahwa saudara Dahlan Iskan telah memenuhi syarat untuk menjadi tersangka berdasarkan dua alat bukti," ujarnya.
Sampai saat ini, lanjut Adi, Kejati DKI Jakarta telah menetapkan 15 tersangka atas kasus yang terjadi di PT Perusahaan Listrik Negara tersebut. Sepuluh di antaranya telah masuk ke tahap penuntutan dan berkas telah dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan.
Adi mengungkapkan kesepuluh orang tersebut adalah Fauzan Yunas selaku Manajer Unit Pelasana Kontruksi Jaringan Jawa Bali (JJB) IV Region Jawa Barat; Syaifoel Arief selaku Manajer Unit Pelaksana Kontruksi (UPK) Jaringan Jawa dan Bali (JJB) IV Region DKI Jakarta dan Banten; I Nyoman Sardjana selaku Manajer Konstruksi dan Operasional PIKITRING Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara.
Kemudian Totot Fregantanto selaku Pegawai PT PLN (Persero) Proyek Induk Pembangkit dan Jaringan (PIKITRING) Jawa dan Bali; Yushan selaku Asisten Engineer Teknik Elektrikal di UPK JJB 2 PT PLN (Persero); Ahmad Yendra Satriana selaku Deputi Manajer Akuntansi PIKITRING Jawa, Bali dan Nusa Tenggara PT PLN (Persero); Yuyus Rusyadi Sastra selaku pegawai PLN (Persero) PIKITRING Jawa dan Bali; Endy Purwanto selaku pegawai PT PLN (Persero) PIKITRING Jawa dan Bali; Arief Susilo Hadi selaku pegawai PT PLN Proring Jawa Tengah dan DI Yogyakarta; dan Ferdinand selaku Direktur PT HYM.
Adi menjelaskan kasus itu berawal ketika perusahaan pelat merah tersebut melakukan pembangunan 21 gardu induk pada unit pembangkit dan jaringan di Jawa, Bali dan Nusa Tenggara. Pembangunan ini dilakukan dengan menggunakan dana Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) sebesar lebih dari Rp 1 triliun untuk tahun anggaran 2011-2013.