REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo telah mengajukan mantan Gubernur DKI Jakarta, Sutiyoso sebagai calon tunggal Kepala Badan Intelijen Nasional (BIN). Namun, Direktur Eksekutif Imparsial, Poengky Indarti tak setuju dengan pencalonan tersebut.
"Kami setuju bahwa pejabat Kepala BIN adalah sipil. Tetapi kami berharap pejabat yang ditunjuk adalah pejabat yang tidak terkait pelanggaran HAM," ujar Poengky kepada ROL, Rabu (10/6).
Menurutnya, pada masa Sutiyoso menjabat sebagai Panglima Kodam Jaya terjadi salah satu kasus pelanggaran HAM, yakni peristiwa Kerusuhan Dua Puluh Tujuh Juli atau kudatuli. Bentrokan setelah pengambilan paksa kantor DPP PDIP itu mengakibatkan lima orang meninggal, 149 orang luka, dan 136 lainnya ditahan.
Berdasarkan laporan Komnas HAM, penyerbuan ini dilakukan oleh Kodam Jaya atas perintah Susilo Bambang Yudhoyono. Poengky menduga ada keterlibatan Ketua Umum Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI) ini dalam kasus kudatuli.
Presiden harusnya bisa melihat latar belakang sosok yang dicalonkannya. Ia menyarankan agar Kepala BIN tidak dipilih dari sosok yang memiliki kasus pelanggaran HAM. "Jika dilihat dari Nawa Cita, ada orang yang diduga terlibat kasus pelanggaran HAM kok malah dipilih jadi pejabat," tanyanya.