REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengajuan nama Sutiyoso menjadi Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) mendapat tentangan dari PDIP. Hal tersebut dikarenakan adanya dugaan terlibat Sutiyoso dalam kasus pengambilalihan secara paksa kantor DPP PDI di Jalan Diponegoro 58 Jakarta Pusat atau dikenal dengan kerusuhan 27 Juli (kudatuli) pada 1996 silam.
Menko Polhukam Laksamana (Purn) Tedjo Edhy Purdijatno mengatakan, hal tersebut tidak perlu dipermasalahkan lagi. Apalagi, lanjutnya, parpol bentukan Bang Yos, Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI) sudah bergabung dengan Koalisi Indonesia Hebat (KIH).
"Belum tentu juga (terlibat Kudatuli), buktinya beliau sudah bergabung dengan PDIP (di dalam KIH). Tak ada masalah, sudah dimaafkan, istilahnya begitu," kata Tedjo di gedung DPR, Jakarta, Rabu (10/6).
Menurut Tedjo, sosok Sutiyoso adalah pribadi yang sudah matang dalam bidang intelijen. Lamanya mantan Gubernur DKI Jakarta itu dalam dunia intelijen, lanjutnya, membuat Bang Yos dianggap sebagai sosok yang tepat untuk menjadi calon Kepala BIN.
"Kita jangan melihat dari sisi umur. Kadang orang sepuh tapi pengalamannya lebih baik, Muda belum tentu juga (bagus). Kita lihat kapabilitas orang. Kalau beliau punya kemampuan itu, ya enggak ada masalah," ujarnya.
Sebelumnya, anggota Komisi I DPR Tubagus Hasanudin mengkritik keputusan Presiden Jokowi yang menunjuk Sutiyoso sebagai calon Kepala BIN menggantikan Marciano Norman. Politikus PDIP itu mengkritik usia dan rekam jejak laki-laki yang disapa Bang Yos tersebut.
"Pertama, kok tua banget, umurnya 70 tahun dengan kondisi pekerjaan ini. Kedua, setahu saya beliau yang serbu kantor DPP PDIP (kerusuhan dua tujuh juli (Kudatuli) tahun 1996)," kata Hasanudin di gedung DPR, Jakarta, Rabu (10/6).