REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Fraksi Golkar di DPR, menghendaki agar mekanisme dana aspirasi anggota dewan atau usulan program pembangunan daerah pemilihan (UP2DP) melibatkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kejaksaan. Ketua fraksi Golkar, Ade Komaruddin mengatakan, pelibatan dua institusi penegak hukum itu, untuk lebih menjamin kepercayaan masyarakat terkait usulan tersebut.
Ade mengatakan, kecurigaan masyarakat soal rencana penggunaan APBN senilai Rp 11,2 triliun untuk fungsi legislator itu perlu untuk dijawab. Yaitu, dengan melibatkan lembaga-lembaga yang dipercayai publik.
"Jujur, saya juga khawatir kalau ini disetujui," kata dia, saat ditemui usai Taraweh Bersama Kelu-arga Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI), di kediaman tokoh senior HMI, Akbar Tanjung, di Jakarta, Jumat (19/6).
Disinggung soal sikap fraksi terkait rencana tersebut, Ade mengatakan, belum ada keputusan final. Kata dia, meski angg-ota fraksinya banyak yang setuju usulan tersebut, namun ka-ta dia, UP2DP itu perlu untuk dipertajam mekanisme penggunaannya.
Kata dia, jangan sampai malah membuat banyak anggota dewan yang dipenjara lantaran tak kuatnya pengawasan pengg-unaan hak baru anggota dewan tersebut. "Itu yang kami (fraksi Golkar) dalami. Kita juga nggak mau kan anggota dewan diborgol," sambung dia.
DPR bakal merumuskan hak baru penggunaan anggaran senilai Rp 20 miliar untuk 560 anggota dewan per tahun. Anggaran tersebut direncanakan untuk masuk dalam APBN 2016. Tujuannya untuk memenuhi aspirasi pembangunan yang dimintakan masyarakat di masing-masing dapil anggota dewan.
Usulan tersebut memang mendapat kecaman. Banyak anggota dewan menyuarakan penolakan. Beberapa fraksi pun, seperti Nasdem dan Hanura, menegaskan untuk menolak rencana ter-sebut. Akan tetapi, mayoritas fraksi setuju dengan usulan te-rsebut. Rencananya, terkait persetujuan itu, akan dibacakan dalam Paripurna DPR, Selasa (23/6) mendatang.