Rabu 24 Jun 2015 16:54 WIB

Tantangan Tarawih di Negeri Napoleon

Rep: C38/ Red: Ilham
 Umat Islam shalat tarawih pertama di masjid Sultan Ahmed atau yang lebih dikenal dengan masjid Biru di Istanbul, Turki, Rabu (17/6).  (AP/Emrah Gurel)
Umat Islam shalat tarawih pertama di masjid Sultan Ahmed atau yang lebih dikenal dengan masjid Biru di Istanbul, Turki, Rabu (17/6). (AP/Emrah Gurel)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Meski merupakan ibadah sunnah, tarawih berjamaah saat bulan Ramadhan menjadi hal yang sangat bermakna. Akan terasa sekali kebersamaan umat Islam pada momen-momen seperti itu.

“Aku masih ingat betul bagaimana masjid-masjid di kampung atau kampus penuh sesak dibanjiri oleh jama'ah shalat tarawih. Aku pun berada di tengah-tengahnya. Tapi, aku tak bisa melakukannya di sini,” kenang Saldhyna kepada Republika, Rabu (24/6).

Saldhyna sudah hampir dua tahun tinggal di Perancis. Ia tinggal di kota Grenoble untuk menemani suaminya yang tengah mengambil program doktor. Alumni ITS Surabaya ini tahun lalu juga baru saja merampungkan studi S2 di SERP-Chem, Universite Paris-sud.

Menurut Saldhyna, waktu shalat Isya di Prancis masuk pada sekitar pukul 23.30. Selain itu, jarak masjid yang tak mungkin ditempuh dengan berjalan kaki menjadi tantangan tersendiri. Walau bisa ditempuh menggunakan transportasi umum seperti bus atau tram, tapi jika sudah di atas jam 00.00 transportasi umum tidak beroperasi lagi.

Meski begitu, tutur Saldhyna, bukan berarti ia sama sekali tak pernah merasakan shalat tarawih bersama umat Muslim di sana. Penghujung Ramadhan tahun lalu, ia sempat bersilaturahim ke rumah seorang teman. Kebetulan, tepat di depan rumahnya ada sebuah masjid.

Saldyna mengaku sangat senang. Akhirnya, ia mendapat kesempatan untuk menjalankan shalat tarawih berjamaah. Ia begitu terkesan melihat semangat komunitas minoritas Muslim di Perancis untuk shalat tarawih berjamaah.  

“Lain halnya dengan di Indonesia. Meskipun sudah berada di penghujung bulan Ramadhan, masjid-masjid di sini tetap sesak dipenuhi oleh para jamaah. Dinginnya angin malam juga panjangnya surat yang dibaca oleh para Imam tak menyurutkan semangat mereka untuk memaksimalkan Ramadhan,” tuturnya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement