REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat hukum pidana Chudry Sitompul menilai revisi Undang-Undang (UU) Nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memang dibutuhkan. Menurutnya hal itu karena KPK adalah lembaga yang memiliki kewenangan besar, sehingga aktivitas kerjanya layak diawasi.
Salah satu yang menjadi sorotan menurutnya adalah terkait wewenang penyadapan KPK. Ia mengerti penyadapan yang dilakukan KPK dalam rangka memberantas korupsi, memang diharapkan publik untuk dipertahankan. Namun penyadapan, tambahnya, merupakan pelanggaran yang melanggar hak asasi manusia (HAM).
"Hak asasi itu UU-nya lebih tinggi dibandingkan dengan yang lainnya, dan Penyadapan itu melanggar hak-hak privasi orang," jelasnya kepada Republika, Kamis (25/6).
Namun di sisi lain, ia menilai penyadapan dalam rangka memberangus korupsi merupakan harapan banyak masyarakat. Karena itu, ia menyarankan agar sebelum dilakukan penyadapan, lebih dulu dilakukan penyidikan atau penyelidikan terhadap orang-orang yang diduga atau dicurigai melakukan korupsi.
"Jangan semua disadap. Karena jika yang disadap itu ternyata tidak terlibat korupsi, itu (KPK) melanggar HAM," ujarnya.
Revisi UU KPK tengah menjadi polemik. Meski Presiden Jokowi menyatakan tak setuju dengan usulan itu, DPR tetap bersikukuh ingin merevisi UU KPK. Usulan revisi UU KPK sendiri telah masuk dalam Prolegnas 2015. Salah satu poin yang akan direvisi dalam UU tersebut yakni soal kewenangan penyadapan yang dimiliki KPK.