Jumat 26 Jun 2015 06:07 WIB

'Tidak Semua Kredit Macet Bisa Kena Pidana'

Kredit macet (ilustrasi)
Foto: Republika/Prayogi
Kredit macet (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar hukum dari Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar mengatakan tidak semua masalah kredit macet termasuk kategori tindak pidana perbankan. Menurutnya persoalan kredit macet dapat diselesaikan secara perdata dengan membayar ganti rugi di pengadilan

"Masalah kredit macet dapat dilihat dari dua sisi apakah adanya ketidakmampuan bayar debitur atau?murni ada pelanggaran hukum," kata Fickar.

Fickar mengatakan persoalan kredit macet dapat diselesaikan secara perdata dengan membayar ganti rugi di pengadilan. Ia menyatakan penegak hukum harus teliti menangani laporan mengenai kredit macet karena ada kemungkinan debitur hanya tidak mampu membayar.

"Tentunya debitur memiliki jaminan yang dapat disita," ujarnya.

Kredit macet awalnya ada tahapan perdata seperti membuat perjanjian (akad kredit) atau "legal standing". Secara aturan hukum, Fickar menuturkan kredit macet termasuk perdata namun terkadang oknum nasabah memanfaatkan celah itu yang melanggar hukum sehingga kena pidana.

Sementara Ekonom David Sumual mengungkapkan kredit macet disebabkan beberapa hal di antaranya sistem analisa kredit yang kurang baik.

"Administrasi sistem informasi kurang baik, demikian juga tata perbankan seperti agunan yang kurang," ucap David.

Namun, David mengakui adanya keterlibatan oknum pegawai bank yang turut serta memberikan cara penyaluran kredit yang macet dengan melanggar hukum. David menegaskan sistem perbankan di Indonesia memberlakukan pengawasan yang paling ketat bahkan diaudit setiap saat.

Sebelumnya, pakar hukum Perbankan Frans Winarta mengutarakan kredit macet merupakan murni perkara perdata dan tidak termasuk tindak pidana korupsi. Kategori kredit macet yakni apabila debitur tidak dapat memenuhi kewajibannya kepada kreditur seperti terlambat atau tidak sanggup membayar.

"Apakah dengan terlambat atau tidak sanggup membayar otomatis dapat dikategorikan sebagai tindak pidana korupsi," katanya.

Frans menjelaskan debitur tidak sanggup membayar kewajiban merupakan perbuatan wanprestasi sesuai Pasal 1238 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement