Sabtu 04 Jul 2015 07:23 WIB

'Air Bisa Lebih Mahal daripada Emas'

 Petugas dan anggota Satgas Banjir Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air Depok masih kesulitan menutup tanggul Kali Laya yang jebol dini hari tadi di kawasan Cimanggis, Depok, Selasa (13/11). (Rakhmawaty La'lang)
Petugas dan anggota Satgas Banjir Dinas Bina Marga dan Sumber Daya Air Depok masih kesulitan menutup tanggul Kali Laya yang jebol dini hari tadi di kawasan Cimanggis, Depok, Selasa (13/11). (Rakhmawaty La'lang)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia membutuhkan rencana utama atau "masterplan" dalam menghadapi krisis air bersih di masa mendatang. Pakar dalam bidang pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan, Fachruddin Majeri Mangunjaya mengatakan negara harus punya 'masterplan' untuk menanggulangi krisis air di masa depan.

"Jangan sampai nanti akan kita rasakan dunia ini seperti neraka karena tidak ada air sebagai sumber kehidupan," kata Fachruddin setelah diskusi buku yang berjudul "Islam dan Air" di Gedung MPR/DPR, Jumat (4/7).

Menurut Fachrudin, negara harus turun tangan dalam persoalan ini karena selain Pasal 33 dalam Undang-Undang Dasar 1945 mengamanatkan agar negara menjaga dan memanfaatkannya untuk masyarakat Indonesia, air juga akan menjadi barang yang sangat berharga. Dia mengatakan air adalah aset untuk kemakmuran masyarakat yang mahal. Maka kewajiban negara untuk menjaganya karena air di masa depan bahkan bisa lebih mahal dari emas.

Terkait dengan maraknya praktik swastanisasi dan privatisasi mata air oleh beberapa pihak saja, Fachrudin mengatakan, pemerintah harus berperan lebih besar, terutama dalam mengawasi industri dan pihak yang menguasai sumber air. "Swasta atau pihak yang memprivatisasi sumber air kan orientasinya profit yang ada karena tidak hadirnya negara. Jika negara hadir, secara otomatis swasta akan mengurangi volumenya," ujarnya.

sumber : Antara
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement