REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Dinas Pertanian Kota Bogor, Jawa Barat, menjamin produk daging yang dijual di sejumlah pasar tradisional dan pasar modern, memenuhi standardisasi halal dan utuh. Sehingga masyarakat tidak perlu khawatir.
"Setiap tahun kita memberikan pelatihan bagi para pemotong hewan, kita jamin daging yang dipotong dari RPH di Bogor halal dan utuh," kata Kepala Dinas Pertanian Azrin Syamsudin di Bogor, Senin (6/7).
Azrin menyebutkan, warga Kota Bogor umumnya lebih menyukai daging segar dibanding daging beku. Pemasaran daging beku (impor) lebih banyak dijumpai di pasar-pasar modren. "Daging yang dijual di pasar tradisional mayoritas berasal dari Jawa Tengah," katanya.
Selama Ramadhan, lanjut Azrin, masyarakat harus cermat memilih daging untuk dibeli di pasar, hal ini untuk menghindari pedagang-pedagang nakal yang mencoba mencari keuntungan saat penjualan daging meningkat. "Tips untuk menghindari pedagang daging yang nakal, belilah daging di pedagang yang sudah biasa kita beli (langganan), belilah daging yang tergantung agar jelas kualitasnya," katanya.
Azrin optimistis masyarakat Kota Bogor sudah cerdas dalam memilih produk yang akan dibelinya, sehingga upaya pedagang nakal mencari keuntungan dapat diminimalkan. Guna menjaga kehalalan dan keutuhan daging yang dijual di pasaran, lanjut Azri, Dinas Pertanian bekerja sama dengan Badan Litbang Peternakan untuk menghasilkan ternak yang baik dan berkualitas.
"Para pemotong hewan juga kami berikan edukasi tentang kesehatan hewan agar daging yang dihasilkan benar-benar berkualitas dan higienis," katanya.
Wali Wali Kota Usmar Hariman mengatakan, rumah potong hewan (RPH) di Kota Bogor telah mendapat ISO mulai dari pemotongan hingga kebersihan lingkungan. "RPH Bogor juga sudah mendapat label halal. Jadi, Insya Allah hewan yang dipotong halal dan aman," katanya.
Sebelumnya, sidak yang dilakukan tim gabungan Dinas Pertanian, Dinas Kesehatan serta Dinas Perindustrian dan Perdagangan sempat menemukan peredaran hati sapi impor dari Australia beredar di pasar tradisional. Hal ini melanggar Permentan Nomor 139 Tahun 2014.