REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pertumbuhan ekonomi kian melambat dari hari ke hari. Lesunya perekonomian itu disebut sebagai akibat tidak adanya kepastian penegakan hukum di Indonesia.
“Perlu diketahui, kepastian hukum menjadi faktor dominan yang mempengaruhi iklim investasi. Jika proses penegakan hukum dilakukan tanpa pandang bulu, niscaya berdampak positif terhadap perbaikan kondisi perekonomian,” kata praktisi hukum Akbar Hidayatullah di Jakarta, Kamis (9/7).
DIa pun mengkritisi penegakan hukum pemerintahan Jokowi masih lemah, khususnya penanganan kasus yang ada di Kejaksaan Agung (Kejagung). “Banyak kasus yang keadilannya masih sangat subjektif berdasarkan nilai korupsi dan kolusi. Bukan esensi keadilan sebenarnya. Padahal,fungsi utama Kejaksaan adalah menegakkan keadilan,” tegasnya.
Karena masih kentalnya KKN dalam institusi hukum, lanjut dia, investor ataupun masyarakat dunia usaha mempunyai persepsi negatif untuk berinvestasi di Indonesia. “Karena jika penegakan hukumnya lemah, maka risiko usahanya sangat tinggi sekali."
Tak hanya itu, ia menegaskan, sejak dilantik Jaksa Agung HM Prasetyo tidak membawa perubahan dan justru ada kemunduran. “Buktinya kan dapat rapot merah dari Kemenpan RB.”
Wakil Ketua Komisi III DPR Desmond Junaidi Mahesa mengkritisi penegakan hukum yang seharusnya diimbangi dengan kualitas sumber daya manusia di Kejagung. Jika aparat kejaksaan memiliki kapasitas dan kapabilitas menegakkan hukum yang tidak diskriminatif, ia percaya investor akan datang ke Indonesia.
"Karena penegakan hukum berkaitan dengan iklim usaha. Penegakan hukum yang baik menumbuhkan kepercayaan para pemegang modal untuk berinvestasi di Tanah Air,” kata politikus Partai Gerindra itu.
Dia pun menilai, kinerja Prasetyo belum melampaui pencapaian mantan jaksa agung Basrief Arief. "Jangan sampai capaian ini dikarenakan Jaksa Agung hanya jadi corong atau pengaman politik penguasa saja. Beban politiknya terlalu berat. Harus diganti," tukasnya.