REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kuasa hukum Ketua Umum Partai Golkar versi Munas Riau Aburizal Bakrie, Yusril Ihza Mahendra menyebut putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara yang memenangkan banding Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasona Laoly sebagai putusan Niet onvantklijk Openbar atau disebut putusan N.O. Menurut Yusril putusan N.O adalah cari paling gampang untuk mengalahkan salah satu pihak.
Ia mengatakan putusan tersebut sengaja diambil untuk menghindari argumentasi yuridis. Padahal dirinya yakin bukti dan keterangan yang disaksikan dalam persidangan sengketa kepengurusan ini merupakan argumen yang susah dibantah.
"Putusan N.O yg diambil hakim pengadilan tinggi tata usaha negara adalah cara yang paling mudah dilakukan untuk mengalahkan kami tanpa harus mengemukakan bantahan terhadap argumen dan alat-alat bukti yg kami kemukakan di persidangan tingkat pertama," kata Yusril lewat siaran pers yang diterima Republika.co.id, Sabtu (11/7).
Menurutnya, putusan yang dikeluarkan PTTUN tidak mempertimbangkan dan memutuskan pokok perkara. Selain itu dianggap tidak memasuki obyek perkara tetapi berkaitan dengan hukum acara. Seharusnya putusan ini bukan dikeluarkan dalam pengadilan tingkat banding melainkan pada pengadilan tingkat pertama.
Sebelumnya, PT TUN memenangkan upaya banding yang diajukan Menkumham Yasona. Dalam putusan yang diterima Republika, PT TUN menyatakan mencabut dan menyatakan tidak berlaku serta tidak memiliki kekuatan hukum lagi Penetapan Majelis Hakim PTUN bernomor 217/G/2014/PTUN-JKT.
Itu artinya, dengan adanya putusan banding tersebut maka pengadilan mengembalikan keberlakuan SK Kemenkumham yang mengakui kepengurusan Golkar yang sah dibawah pimpinan Agung Laksono.