REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Hafid Abbas berharap kerusuhan yang terjadi di Karubaga, Tolikara, Papua tidak melebar. Hafid mengatakan, situasi yang kompleks akibat rentetan kasus yang terjadi di Papua selama ini sangat rentan dimanfaatkan oleh pihak lain yang ia sebut provokator.
Kericuhan Tolikara pun, lanjutnya, dapat digunakan oleh provokator sebagai isu yang baik untuk membangun opini agar terjadi permusuhan dan kebencian yang merugikan semua pihak.
"Itulah Komnas HAM ada urgensi untuk turun secepatnya menyelesaikan masalah ini supaya tidak melebar. Dibawa ke isu yang otentik, apa yang sebenarnya terjadi di sana, bagaimana penyelesaianya secara adil," kata Hafid kepada Republika, Senin (20/7).
Hafid mengatakan, masalah tersebut tidak boleh dibiarkan merembet ke masalah lain yang dapat memicu terjadinya konflik baru. Adanya kekecewaan terhadap pemerintah karena kasus-kasus mirip sebelumnya yang tak kunjung tuntas, seperti kasus Paniai, dapat dijadikan sebagai agenda untuk memecah belah oleh pihak tertentu. Meski berharap rentetan kasus tersebut tidak ada kaitannya, namun ia meminta semua pihak, khususnya pemerintah, dapat membaca dan memahami situasi di Papua.
"Masyarakat Papua sangat toleran, di sana (umat muslim) sudah eksis lama lah. Mungkin ada situasi yang kurang kondisif, ada provokator sengaja memanfaatkan situasi seperti ini untuk kepentingan tertentu," ujarnya.
"Jadi provokator-provokator ini yang bisa saja ada kaitannya, yang mendorong pergolakan-pergolakan yang semakin memunculkan kebencian terhadap pemerintah. Ini yang harus dilihat secara jernih, dinamika Papua," kata Hafid lagi.
Seperti diketahui, sekelompok warga melakukan pembakaran pemukiman dan kios yang merembet ke masjid di Tolikara, Papua. Peristiwa tersebut terjadi ketika umat islam hendak mendirikan solat Idul Fitri, Jumat (17/7) pagi.