Selasa 21 Jul 2015 23:07 WIB
Penyerangan Masjid di Papua

Komite Umat Kirim Tim Pencari Fakta ke Tolikara

Tim Pencari Fakta yang dibentuk Komite Umat untuk Tolikara Papua.
Foto: Twitter
Tim Pencari Fakta yang dibentuk Komite Umat untuk Tolikara Papua.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komite Umat (Komat) mengirimkan tim pencari fakta (TPF) ke Tolikara, Papua, untuk membantu pengungkapan peristiwa penyerangan terhadap jamaah shalat Idul Fitri serta pembakaran rumah, kios, dan masjid di Tolikara pada 17 Juli 2015.

TPF yang beranggotakan tujuh orang dari berbagai latar belakang ilmu itu dipimpin oleh Ustaz Fadlan Garamatan, seorang da'i ternama asal Papua. Komat Tolikara itu sendiri

terbentuk pada 19 Juli 2015 di Jakarta. Komite tersebut terbentuk setelah terjadinya pertemuan para tokoh nasional, di antaranya Arifin Ilham, Yusuf Mansur, Hidayat Nurwahid, Didin Hafidhudin, Bahtiar Nasir, Aries Mufti, dan Muhammad Zaitun Rasmin.

Selain itu, Komat juga akan membantu pembangunan kembali tempat ibadah, kios, dan tempat tinggal warga yang hangus terbakar di Hari Raya Idul Fitri akibat ulah Kelompok Gereja Injili Di Indonesia (GIDI) Tolikara.

Sesuai rencana, sesampai di TKP, TPF akan melakukan beberapa tugas berat, di antaranya menyusun kronologi sesuai aslinya, karena hingga hari ini ada beberapa upaya dari pihak tertentu yang mencoba membelokkan arah opini publik. Pembelokan opini itu sangat merugikan karena fakta yang ada di lapangan menjadi kabur.

Beberapa informasi yang simpang siur akibat pembelokan opini di antaranya seputar keabsahan surat GIDI yang berisi larangan merayakan Iedul Fitri, larangan berlebaran, dan larangan mengenakan jilbab bagi muslimat setempat.

Surat resmi yang dilengkapi tanda tangan Ketua GIDI Tolikara Pdt Nayus Wenda dan Sekretarus GIDI Marthen Jingga itu mulai dikabarkan sebagai dokumen illegal. Padahal, faktanya Polisi dan Bupati sudah menerima surat dimaksud. Beredarnya surat intoleran itu memicu pembakaran masjid serta kios dan rumah tinggal.

Selain itu, ada pihak lain yang juga mencoba membalikkan fakta, di antaranya bahwa baik tempat ibadah, maupun kios dan tempat tinggal yang ludes dilalap si jago merah konon disebabkan oleh ketidak-sengajaan.

Lebih parah lagi, pihak Gereja kini mencoba menyalahkan Kepolisian dan aparat lainnya yang dianggap tidak mampu mengendalikan situasi sehingga aparat malah menembak anggota Gereja hingga tewas. Sebagai alibi, akibat tembakan itu api kemarahan tersulut sehingga mengakibatkan terbakarnya masjid, kios, dan tempat tinggal warga

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement