REPUBLIKA.CO.ID, TOLIKARA -- Kamis (23/7) petang, dilakukan peletakan batu pertama pembangunan kios di lokasi kejadian, bahkan sehari sebelumnya (22/7) ada peletakan batu pertama mushalla oleh Mendagri Tjahyo Kumolo.
"Kami berharap sebelum mushalla berdiri ada tempat ibadah sementara yang dapat digunakan," kata Ustadz Ali Usman yang juga pengurus mushalla per telepon dari Tolikara kepada Antara di Jakarta.
Pada peletakan batu pertama pembangunan kios tersebut sejumlah pejabat hadir. Ali berharap seluruh kegiatan tersebut dapat dipahami warga setempat bahwa di Karabuga, Tolikara, Papua menerima kehadiran masjid sebagai rumah ibadah bagi umat Muslim.
"Di situ juga harus ada jaminan kebebasan beribadah. Pernyataan bumi Cendrawasih yang damai dan toleransi jangan dijadikan retorika belaka, tetapi tersosialisasi sampai akar rumput," tukasnya.
Senada dengan itu, aktivis PP Ikatan Pelajar NU (IPNU) Abdul Wahab melalui sambungan telepon dari Karabuga, menyatakan, insiden di Tolikara telah menimbulkan keprihatinan di kalangan nahdliyyin.
"Bukan saja yang berdomisili di Tanah Air, juga di beberapa negara seperti Hong Kong dan Taiwan. Kehadiran saya di Karabuga, selain sebagai aktivis juga membantu umat Muslim di sini yang terkena musibah. Teman-teman di Hong Kong dan Taiwan telah mengirim bantuan," katanya.
Wahab mengatakan suasana di Karabuga kini sudah kondusif, namun ia melihat kondisi fisik Muslim masih memprihatinkan, karena di antara mereka masih mengalami trauma, sementara kebutuhan sandang dan pangan belum terpenuhi sebagaimana mestinya.
Untuk itu, para nahidiyin memberi bantuan Rp 50 juta, sebesar Rp 25 juta di antaranya berasal dari Asbihu NU. Dana sebesar itu untuk kebutuhan sandang dan pangan saja. "Bantuan sebesar itu ke depan akan bertambah lagi," kata Wahab.
Menurut KH. Hafidz Taftazani dari Asbihu NU, peristiwa Karabuga, Tolikara, Papua hendaknya dapat dipetik sebagai pelajaran berharga. Nahdliyyin tak boleh terpancing atau terpengaruh untuk melakukan perbuatan negatif. "Jangan terprovokasi," pintanya.
NU dalam menyikapi peristiwa di Tolikara, menurut KH Hafidz, mengetengahkan sikap ukhuwah Islamiyah (persaudaraan umat Islam), ukhuwah wathaniyah (persaudaraan bangsa), dan ukhuwah basyariyah (persaudaraan umat manusia). Ukhuwah basyariyah dapat pula dimaknai sebagai ukhuwah insaniyah.
Untuk memperkuat kerukunan, menurut KH Hafidz, pemerintah harus terus menerus meningkatkan peran Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB). Forum ini sangat penting sebagai peredam masalah kerukunan di masyarakat, terutama potensi konflik yang selalu ada di setiap daerah.