Senin 27 Jul 2015 22:48 WIB

Lebaran Usai, Harga Daging Sapi akan Tetap Tinggi

Rep: Arie Lukihardianti/ Red: Djibril Muhammad
Warga memadati pasar untuk membeli daging sapi dengan harga Rp150 perkilogram pada perayaan Meugang H1Ramadan di pasar daging tradisional Inpres Lhokseumawe, Aceh, Selasa (16/6). (Antara/Rahmad)
Warga memadati pasar untuk membeli daging sapi dengan harga Rp150 perkilogram pada perayaan Meugang H1Ramadan di pasar daging tradisional Inpres Lhokseumawe, Aceh, Selasa (16/6). (Antara/Rahmad)

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Meski Lebaran telah usai, namun harga daging sapi di Jabar berpotensi akan tetap tinggi. Hal ini terjadi, sebagai imbas dari pengurangan kuota impor sapi dari 250 ribu ekor menjadi 50 ribu ekor.

Menurut Kepala Dinas Peridustrian dan Perdagangan Jabar, Ferry Sofwan, pelaku penggemukan sapi telah mengetahui informasi soal pemangkasan kuota impor sapi. Akibatnya, pelaku memilih menahan untuk tidak memotong sapi karena berharap harga sapi akan naik.

"Karena impor dikurangi, Feedloter akan menahan diri. Akibatnya kedepan harga sapi akan tetap tinggi," ujar Ferry kepada wartawan, Senin (27/7).

Ferry menjelaskan, indikasi harga daging sapi yang tetap tinggi sudah mulai terlihat. Pada H-1 Lebaran lalu harga daging sapi mencapai Rp124.000/ kg, kemudian turun tipis menjadi Rp120 ribu/ kg pada H+2 kemarin.

Penurunan tipis harga daging sapi, kata dia, dianggap tidak normal. Karena, biasanya bisa turun drastis hingga menyentuh dibawah 100.000/ kg.

Menurutnya, harga daging sapi yang tetap tinggi diikuti komoditas daging ayam yang juga tetap tinggi. Usai Lebaran, harga daging ayam turun tipis dari Rp36.000/kg menjadi Rp32.000/kg. Padahal biasanya, harga daging ayam usai hari raya bisa turun hingga menyentuh Rp30.000/kg.

Seharusnya, kata dia, harga daging sapi usai Lebaran turun drastis, tapi kenyataannya malah turun tipis. "Kondisi ini malah diikuti komoditas daging ayam yang harga juga tetap tinggi," katanya.

Ferry mengatakan, penurunan harga daging sapi akan sulit mengingat kemampuan Jabar memenuhi kebutuhan hanya 30 persen. Sedangkan sisanya mengandalkan pasokan dari provinsi lain yakni Jatim dan NTT serta impor.

Kebutuhan Jabar paling tinggi secara nasional, kata dia, karena berbagai faktor. Yakni, mulai dari penduduk besar, berkembangnya industri pengolahan daging sapi, serta bertumbuhnya jumlah restoran dan hotel. Selain itu, jumlah feedloter di Jabar juga sangat banyak sama seperti Lampung.

"Kebutuhannya sangat tinggi namun Jabar bukan provinsi produsen sapi. Jabar hanya kuat di unggas," katanya.

Melihat kondisi tersebut, menurut Ferry, pihaknya akan segera melakukan pembahasan bersama dinas terkait untuk selanjutnya mengusulkan kepada pemerintah pusat agar mendapat tambahan jatah impor sapi bagi Jabar.

Jika usulan ini tidak dikabulkan, kata dia, pihaknya akan meminta jatah impor daging sapi secara langsung. Akan tetapi kebijakan ini akan sangat merugikan peternak karena tidak akan ada nilai tambah.

"Kami akan dorong impor daging sapi. Tapi hal ini akan menghilangkan nilai tambah bagi peternak," katanya.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement