REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah kembali mengkaji pentingnya membentuk Holding Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak di sektor energi. Menteri BUMN Rini Soemarno menyebutkan, pihaknya sedang melakukan analisis mendalam terkait mekanisme dari holding yang akan dilakukan.
"Holding ini sedang kami analisa. Pro kontra memang ada. Dari usaha bisnis itu sendiri. Misal ditentukan perlu berapa anak usaha? Perlu sektor bisnis apa saja yang dimasukkan? Itu yang sedang kami analisa," ujar Rini, Selasa (29/7).
Ide untuk membentuk holding BUMN energi ini sempat mencuat untuk menggabungkan Pertamina dengan Perusahaan Gas Negara (PGN). Namun, ide ini sempat mendapat pertentangan dari sejumlah pihak lantaran saham PGN sendiri sebagian dimiliki publik. Rencana buy back pun dihembuskan.
Menanggapi rencana buy back saham PGN ini, Rini menyebut perlu kebijakan yang matang. Pasalnya, dirinya menilai perlu dilihat positif dan negatif apabila sebagian saham PGN tetap dimiliki publik.
"Kita lihat positif negatifnya. Apa positifnya jadi perusahaan publik, apa negatifnya. Apakah perlu buy back tergantung mau di bawa ke mana perusahaan ini. Ini semua kan perlu analisa. Nggak bisa sembarangan buy back saja karena nggak mau banyak-banyak dimiliki publik," katanya.
Sementara itu, Direktur Utama PT Pertamina (persero) menyebutkan bahwa rencana pembentukan holding BUMN energi masih dalam pembahasan. Pertamina sendiri, katanya masih fokus pada holding Pertamina.
"Saya tidak tau kebijakannya seperti apa. Tapi yang jelas holding pertamina dulu yang dibentuk. Pertamina kedepan harus bentuk holdingnya. Holding Pertamina itu sendiri nanti sebuah model yang akan dikembangkan secara lebih besar," katanya.
Saat ini, lanjut Sudirman, pihaknya sedang melakukan analisis terkait aspek legal dan pemenuhan administrasi. Nantinya berdasarkan holding ini akan dibagi ke dalam 2 bagian, yakni hulu dan hilir.
"Total anak perusahaan 22 disemua sektor. Holding akhir tahun ini lah," ujarnya.