Senin 03 Aug 2015 06:08 WIB

Asa Para Pemukim Bantaran

Rep: C34/ Red: Julkifli Marbun
ilustrasi
ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Dua belas tahun bermukim di bantaran kali Cipakancilan, Kedung Badak, Bogor, Thoyibah tak berkesah. Bersama suaminya, perempuan 32 tahun asal Temanggung itu mendiami rumah yang dibangun di atas tanah irigasi milik negara.

"Mau bagaimana lagi, di mana-mana tanah mahal," ujar Thoyibah.

Ia menyadari sepenuhnya bahwa tanah tersebut ilegal untuk ditempati. Jika sewaktu-waktu terjadi relokasi, ia mengaku rela dipindah.

Thoyibah tak sendiri. Puluhan keluarga lain juga bermukim di deretan rumah petak sepanjang sungai itu, yang termasuk dalam wilayah Kedung Badak Sentral RT 01 RW 13, Kecamatan Tanah Sareal.

Selama ini, ia mengisahkan, telah beberapa kali mereka didatangi pihak-pihak yang bermaksud mengambil alih tanah. Namun, bukan pihak pemerintah yang mendatangi mereka.

"Katanya separuh dari rumah kami adalah tanah sengketa," katanya.

Namun, belum ada penggusuran serius yang dilakukan. Sejauh ini, selalu ada kesepakatan damai antara masyarakat dan pihak tersebut.

Tak ayal, ketiadaan legalisasi kepemilikan tanah membuat hidup mereka tak menentu. Selain itu, hidup di bantaran kali terbilang cukup berbahaya.

Thoyibah mengakui telah beberapa kali terjadi longsor meski tidak mengenai rumah warga. Terakhir kali, longsor terjadi di jalan setapak curam yang menuju pemukiman bantaran sungai tersebut.

"Malam Sabtu ada longsor kecil, tapi sudah dibereskan warga," tuturnya.

Thoyibah menyebutkan, belum ada bantuan pemerintah terkait perbaikan jalan yang sebelumnya memang telah rusak itu. Bantuan pemerintah yang selama ini ada biasanya berupa uang tunai kepada warga yang telah didata oleh petugas kelurahan.

Aliran sungai Cipakancilan yang membelah pemukiman bantaran itu dihubungkan oleh jembatan. Thoyibah menerangkan, jembatan bambu itupun dibuat dari hasil iuran warga.

Ketua RT setempat, Joko Supeno, mengiyakan bahwa sebagian dari 98 kepala keluarga di RT 01 tersebut tinggal di bantaran kali.

"Bantuan pemerintah untuk perbaikan jalan belum ada karena ini dianggap tanah irigasi," tuturnya.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement