Jumat 07 Aug 2015 21:55 WIB

Kekeringan Masih Terjadi, Petani Merugi

Rep: C34/ Red: Yudha Manggala P Putra
Petani di sawah yang alami kekeringan.
Foto: Antara
Petani di sawah yang alami kekeringan.

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Kemarau berkepanjangan yang menyebabkan kekeringan membuat banyak petani di Kabupaten Bogor, Jawa Barat, merugi. Sawah mereka mengalami puso, istilah untuk gagal panen.

Kepala Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor Siti Nurianty mendata, gagal panen mengimbas 2.534 hektar dari total 95.300 hektar sawah di Kabupaten Bogor. Dari keseluruhan 40 kecamatan, terdapat empat kecamatan yang terdampak kekeringan, antara lain Jonggol, Cariu, Tanjungsari, dan Sukamakmur.

"Di daerah timur sebagian sawahnya gagal panen, tetapi lainnya aman," katanya.

Kegagalan panen diakibatkan sawah tidak terairi dengan baik karena sumber air mengering. Debit air pada sungai yang biasanya digunakan untuk irigasi tidak lagi memadai.

Dinas Pertanian, ungkap Siti, telah melakukan sejumlah cara untuk menanggulangi kekeringan tersebut. Upaya yang dilakukan antara lain pompanisasi dan penyediaan selang untuk daerah yang jauh dari sumber air.

Siti mengungkapkan, Distanhut bersama Dinas Pemadam Kebakaran menyediakan pompa dan selang panjang yang mencapai 800 meter. Truk tangki damkar itu secara berkala membantu wilayah terdampak kekeringan, utamanya sawah pembenihan. "Namun di beberapa daerah sawahnya sudah tidak bisa diselamatkan," ucapnya.

Pompa dan selang tersebut tak juga membantu karena volume air sungai sangat surut. Di beberapa tempat, Distanhut mempertimbangkan ketersediaan air untuk alokasi kebutuhan masyarakat seperti MCK.

Mengatasi kerugian yang dialami petani, Siti menjanjikan adanya pemberian bantuan benih gratis dan insentif pupuk untuk petani. Pasalnya, petani yang sawahnya puso otomatis tak memiliki modal memadai pada masa tanam selanjutnya. "Kami akan mengupayakan bantuan dengan anggaran dari kementerian dan kabupaten," ujarnya.

Tahun ini, kemarau diprediksi akan berlangsung hingga bulan Oktober. Sebagai antisipasi kekeringan di tahun berikutnya, Distanhut merencanakan pembuatan sumur dangkal dan embung pada bulan November.

Terdapat sepuluh embung atau tandon air untuk tadah hujan yang direncanakan akan dibuat. Titik lokasi sumur dangkal dan embung tersebut bedrtempat di wilayah yang memerlukan, berdasarkan data yang diterima dari kelompok tani.

Ketua Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Subur Tani Desa Cibadak, Tanjungsari, Komary Junaedi, menginformasikan kegagalan panen yang terjadi di wilayahnya. Dari total 240,5 hektar sawah petani, sebanyak 160,5 hektare mengalami gagal panen. "Yang 80 hektare masih bisa panen, namun tidak maksimal," ujarnya.

Pria yang mengetuai 326 petani dari gabungan enam kelompok tani itu menyebutkan, satu hektar sawah rata-rata dapat menghasilkan hingga enam ton. Dengan kata lain, sekitar 700 ton hasil panen hilang pada musim ini.

Kerugian tersebut cukup besar bagi para petani, namun menjadi risiko yang dimaklumi akibat cuaca ekstrem. Mengatasi hal itu, Komary dan para petani lain menanam sayur atau buah-buahan yang tak terlalu membutuhkan air. "Jadi dialihfungsikan, untuk menanam kacang panjang, mentimun, dan semangka," katanya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement