REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kuasa Hukum Yayasan Supersemar Denny Kailimang menilai negara harus ikut menanggung konsekuensi atas putusan Mahkamah Agung (MA) mengenai denda Rp4,4 triliun.
Denny mengatakan hal itu merujuk hasil audit kekayaan dan keuangan yang pernah dilakukan Kejaksaan terhadap yayasan. "Kejaksaan pernah audit kami, pernah ada klarifikasi dan penelitian dari mereka juga," kata Denny di Jakarta, Rabu (12/8).
Denny mengungkapkan ada tujuh yayasan yang menerima aliran dana. Ia berharap eksekusi dapat dilakukan secara sukarela. Menurut dia, bila eksekusi sukarela tersebut dilakukan, maka akan terdapat penghitungan biaya yang harus dibayarkan oleh yayasan serta oleh negara.
"Negara harus ikut menanggung putusan MA, bila hitungannya merujuk ke audit finansial Kejaksaan yang dilakukan 1998 silam," ujar Denny.
Denny menambahkan, pihaknya belum menerima salinan putusan MA. Ia juga tidak bisa menyebut sikap yang akan diambil oleh kliennya. Namun, Denny mengatakan putusan tersebut dapat dijadikan dasar bagi eksekusi sukarela.
"Kita belum lihat salinan putusannya. Kita perlu pelajari dulu, tapi yang jelas, sebagian dananya sudah digunakan untuk beasiswa," kata Denny.
Sebelumnya, kasus hukum Yayasan Supersemar bermula dari Peraturan Pemerintah (PP) nomor 15 tahun 1976 yang dikeluarkan oleh Presiden Soeharto. Dalam pertaruran tersebut, 50 persen dari lima persen sisa bersih laba bank negara disetor ke Yayasan Supersemar. Namun, pasca reformasi, Soeharto lantas digugat lantaran diduga telah melakukan perbuatan melawan hukum atas duit negara itu.