REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2016 sebesar 22 persen yang dituntut buruh dinilai wajar. Pasalnya, sejak dulu tuntutan kenaikan UMP sebesar 10 persen belum juga terwujud, padahal harga kebutuhan pokok sudah makin melambung.
"Buruh kan tidak menuntut untuk kaya, yang mereka minta hanya kesejahteraan," kata anggota Komisi IX DPR, Ribka Tjiptaning kepada ROL, kemarin.
Banyaknya Kehidupan Hidup Layak (KHL) yang dituntut buruh hingga kini belum tercapai. Di sisi lain, biaya pendidikan anak semakin tinggi. KHL yang diajukan buruh dinilainya cukup masuk akal, termasuk untuk item parfum. "Boleh saja buruh pakai parfum, memang pejabat saja yang boleh pakai parfum," ucapnya berseloroh.
Yang penting, kata dia, ada keterbukaan antara perusahaan dengan buruh soal keuntungan perseroan. "Sebetulnya kalau ada keterbukaan perusahaan, buruh akan paham," ucapnya.
Dalam aksi demonya hari ini, Selasa (1/9), buruh juga mempersoalnya tentang jaminan pensiun. Pemerintah, kata Ribka, terlalu cepat mengambil keputusan mengenai pembuatan Peraturan Pemerintah (PP). Pembuatan PP adalah kewenangan pemerintah, namun tidak ada salahnya untuk mengonsultasikannya ke DPR.
"Orang kalau pensiun kan uangnya mau dipakai untuk modal, masa mau ambil uangnya saja dipersulit," ujarnya.
Pemerintah beralasan hal itu berkaitan untuk mematuhi nilai-nilai deposito, saham, dan sebagainya. "Jangan mentang-mentang kelemahan buruh tentang manajemen keuangan, maka mereka dikorbankan," kata dia.