REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Hukum dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar menilai Panitia Seleksi (Pansel) Calon Pimpinan (Capim) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tak perlu melakukan pengkotakkan tupoksi terhadap delapan nama yang lolos seleksi wawancara terbuka.
"Menurut saya berlebihan dengan mengkualifikasi dengan pendekatan fungsi di lembaga," ujar Abdul kepada ROL, Selasa (1/9).
Karena, sambung Abdul, komisioner hanyalah pengambil keputusan saja. Sementara pelaksananya adalah para pegawai di lembaga antirasuah tersebut. "Jadi tidak tepat mengkualifikasi seperti itu," ucapnya.
Pansel telah menyerahkan delapan nama ke Presiden Joko Widodo pada Selasa (1/9) siang. Delapan nama Capim KPK yang terpilih dibagi menjadi empat yang berkaitan dengan pencegahan, penindakan, manajemen, dan yang berkaitan dengan supervisi koordinasi dan monitoring.
Untuk pencegahan, pansel memilih Saut Situmorang (Staf Ahli Kepala BIN) dan Surya Tjandra (Dosen FH Unika Atma Jaya). Untuk penindakan, pansel memilih Alexander Marwata (Hakim Ad Hoc Tipikor PN Jakarta Pusat) dan Basaria Panjaitan (Polri).
Untuk manajemen, pansel memilih Agus Rahardjo (Kepala Lembaga Kebijakan Barang/Jasa Pemerintah) dan Sujanarko (Direktur Direktorat Pembinaan Jaringan Kerjasama Antar Komisi dan Instansi KPK). Sedangkan supervisi koordinasi monitoring, pansel memilih Johan Budi Sapto Pribowo (Plt Pimpinan KPK) dan Laode Muhamad Syarif (Rektor FH Universitas Hasanudin).