Kamis 03 Sep 2015 15:47 WIB

KKP Mentahkan Rekomendasi Ombudsman RI

Rep: Lida Puspaningtyas/ Red: Angga Indrawan
Ketua Ombudsman, Danang Girindrawardana.
Foto: Republika/Wihdan
Ketua Ombudsman, Danang Girindrawardana.

REPUBLIKA.CO.ID, BATANG -- Rekomendasi Lembaga Negara Pengawas Pelayanan Publik, Ombudsman RI terkait penundaan implementasi Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No 2 tahun 2015 tentang penggunaan alat tangkap ikan, cantrang, tidak berjalan di lapangan. Para nelayan dari wilayah Pantura mengatakan tetap ada penangkapan yang dilakukan oleh aparat Polisi Air dan KKP Provinsi.

Pada 25 Juni 2015, Ombudsman mengeluarkan rekomendasi untuk menunda larangan cantrang selama dua tahun sebagai masa transisi. Ketua Ombudsman Danang Girindrawardana mengatakan Peraturan Menteri (Permen) Susi Pudjiastuti terlalu terburu-buru. 

"Ini berimbas besar pada kehidupan ribuan nelayan dan keluarganya yang jadi tidak bisa melaut," kata Danang, Rabu (2/9).

Ombudsman menggelar pertemuan dengan para nelayan dari wilayah Pantura untuk melihat kondisi pascarekomendasi Ombudsman. Perwakilan nelayan, Siswanto mengatakan kondisi di lapangan tidak berubah. "Rekomendasi tidak dijalankan, semakin banyak penangkapan kapal oleh polisi air sehingga kami resah melaut," kata dia, Selasa (1/9) malam di Batang, Jawa Tengah.

Menurutnya, banyak kapal nelayan yang dicegat ketika akan melaut terkait pemeriksaan sesuai Permen. Pemeriksaan terkait dengan banyaknya dokumen yang harus dipenuhi juga verifikasi perizinan untuk melaut. "Ada 18 surat yang harus kami kantongi agar bisa melaut, satu surat mati kami tak bisa cari ikan," kata dia.

Sementara, keluhnya, perizinan dan verifikasi dipersulit. Selain itu, banyaknya biaya yang harus dibayar nelayan membuat proses mencari nafkah ini semakin sulit. Tambari, perwakilan nelayan dari Paguyuban Nelayan Kota Tegal mengatakan ada sekitar lima biaya yang harus dibayar oleh nelayan, seperti Pungutan Pengurusan Perikanan (PPP), Pungutan Hasil Perairan (PHP), Pajak Bumi dan Bangunan Sektor Perikanan dan lainnya.

"Kami bayar itu semua, tapi tetap yang kami dapat tidak adil," kata dia. Ia meminta dokumen-dokumen izin disederhanakan dan penggunaan cantrang tetap dilegalkan karena dinilai tidak terbukti merusak lingkungan seperti yang digaungkan KKP. 

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَمَا تَفَرَّقُوْٓا اِلَّا مِنْۢ بَعْدِ مَا جَاۤءَهُمُ الْعِلْمُ بَغْيًاۢ بَيْنَهُمْۗ وَلَوْلَا كَلِمَةٌ سَبَقَتْ مِنْ رَّبِّكَ اِلٰٓى اَجَلٍ مُّسَمًّى لَّقُضِيَ بَيْنَهُمْۗ وَاِنَّ الَّذِيْنَ اُوْرِثُوا الْكِتٰبَ مِنْۢ بَعْدِهِمْ لَفِيْ شَكٍّ مِّنْهُ مُرِيْبٍ
Dan mereka (Ahli Kitab) tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu (kebenaran yang disampaikan oleh para nabi) karena kedengkian antara sesama mereka. Jika tidaklah karena suatu ketetapan yang telah ada dahulunya dari Tuhanmu (untuk menangguhkan azab) sampai batas waktu yang ditentukan, pastilah hukuman bagi mereka telah dilaksanakan. Dan sesungguhnya orang-orang yang mewarisi Kitab (Taurat dan Injil) setelah mereka (pada zaman Muhammad), benar-benar berada dalam keraguan yang mendalam tentang Kitab (Al-Qur'an) itu.

(QS. Asy-Syura ayat 14)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement