REPUBLIKA.CO.ID, ROTTERDAM -- Kementerian Perindustrian mendorong para investor di Eropa untuk berinvestasi di bidang industri hilir kelapa sawit. Pemerintah Indonesia telah berkomitmen untuk mendukung investasi di industri hilir kelapa sawit melalui beberapa upaya seperti mempertahankan kebijakan makro yang stabil.
Menteri Perindustrian Saleh Husin mengatakan, bisnis kelapa sawit hulu sampai hilir di Indonesia telah memenuhi ISPO dan RSPO. Terdapat dua prinsip dalam pengembangan industri hilir kelapa sawit nasional, yaitu sustainability and traceability. Menurutnya, kedua prinsip tersebut membutuhkan pengembangan teknologi dan investasi dari negara kawasan yang telah mengembangkan teknologi industri secara gemilang, salah satunya adalah Uni Eropa.
"Belanda telah lama menjadi mitra strategis Indonesia untuk bisnis kelapa sawit, dan Rotterdam menjadi hub penting karena ekspor utama CPO ke Eropa dikirim melalui Pelabuhan Rotterdam," ujar Saleh dalam keterangan tertulisnya, Sabtu (5/9).
Saleh menjelaskan, target investasi industri hilir yang dipromosikan oleh Kementerian Perindustrian adalah produk hilir minyak sawit bernilai tambah tinggi yang meliputi oleo food seperti minyak goreng sawit, minyak salad, margarine, shortening, lemak padatan, lemak substitusi cokelat, dan ice cream fat. Selain itu, ada pula produk oleo kimia yakni asam lemak, alkohol lemak, sabun, toiletries, kosmetik, dan glycerine. Produk energi terbarukan juga diperlukan yakni untuk membuat biodiesel, bioethanol, bio jet fuel, dan biomass.
Saleh mengatakan, pemerintah sangat serius dalam penyusunan dan implementasi paket stimulus. Salah satunya ialah tentang deregulasi investasi sektor industri dan perdagangan yang diharapkan memompa aktivitas ekonomi nasional, khususnya mendorong investasi langsung asing.
Indonesia merupakan produsen minyak sawit terbesar di dunia. Pada 2014, produksi minyak sawit mentah Indonesia, terdiri crude palm oil/CPO dan palm kernel oil/PKO, mencapai 35 juta ton dan diperkirakan terus meningkat hingga 45 juta ton pada 2020.