REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar hukum tata negara Andi Irmanputra Sidin mengatakan keterlibatan pimpinan DPR dalam jumpa pers bakal calon presiden Amerika Serikat Donald Trump perlu diverifikasi oleh Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD).
"Perlu diverifikasi apakah keberadaan, kejadian, tindakan, perilaku dan sikap dalam jumpa pers tersebut baik atau buruk, pantas atau tidak, bukan semata soal benar atau salah," kata Andi Irmanputra Sidin melalui pesan singkat di Jakarta, Selasa (8/9).
Pendiri Sidin Constitution itu mengatakan pelaporan pimpinan DPR kepada MKD terkait kehadiran dalam jumpa pers Trump merupakan langkah konstitusional yang tepat untuk kepastian hukum terhadap lembaga daulat negara bernama DPR.
Menurut Irman, pimpinan DPR bisa diberhentikan bila MKD menyimpulkan terjadi pelanggaran kode etik dalam kunjungan ke Amerika Serikat dan kehadiran dalam jumpa pers tersebut. "Konstruksi konstitusionalnya DPR adalah juru bicara rakyat. Karena itu, wajar bila ada rakyat yang kemudian bereaksi atas keterlibatan pimpinan DPR dalam jumpa pers tersebut," tuturnya.
Irman mengatakan DPR sebagai juru bicara rakyat tercantum dalam Pasal 86 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (MD3) Menurut Irman, Donald Trump memang sedang dalam situasi kompetisi politik di negerinya, Namun, argumentasi pimpinan DPR tentang kehadiran dalam jumpa pers tersebut juga rasional dan tidak boleh dianggap remeh dan memiliki niat buruk.
"Namun, pernyataan pimpinan DPR tersebut tetap menyimpan ganjalan karena rasional dan niat baik tidak serta merta bisa menutupi bahwa keberadaaan, sikap, tindakan dan kejadian tersebut adalah baik, layak, dan pantas," katanya.
Karena itu, perlu peran MKD sebagai lembaga yang bertugas menjaga dan menegakkan kehormatan dan keluhuran martabat rakyat untuk memverifikasi tanpa ada intervensi dari pimpinan DPR. Hal itu tercantum dalam Pasal 119 Undang-Undang MD3.