Selasa 08 Sep 2015 21:07 WIB

Kualitas Udara di Jambi dan Sumsel dalam Level Berbahaya

Rep: Qommarria Rostanti/ Red: Ilham
Dua orang siswa pelajar melewati kabut asap yang menutupi di jembatan Musi II, Palembang. Sumsel. Senin (31/8).
Foto: ANTARA FOTO/Nova Wahyudi
Dua orang siswa pelajar melewati kabut asap yang menutupi di jembatan Musi II, Palembang. Sumsel. Senin (31/8).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kebakaran hutan dan lahan di Jambi dan Sumatra Selatan lebih parah dibandingkan di Riau. Hal itu ditandai jarak pandang di Bandara Sultan Thaha Jambi pada pagi tadi hanya sejauh 700 meter, siang 1.000 meter, dan sore kembali 800 meter.

"Umumnya jarak pandang akan makin memburuk pada malam hingga pagi hari," ujar Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB, Sutopo Purwo Nugroho, Selasa (8/9).

Kualitas udara di sana juga masih dalam level sangat tidak sehat hingga berbahaya. Wali Kota Jambi bahkan mengeluarkan maklumat meliburkan sekolah dari PAUD-TK hingga SMA.

Sutopo menyebut, sampai saat ini wilayah Sumatra dan Kalimantan masih dikepung asap kebakaran hutan dan lahan. Berdasarkan data hotpsot dari Satelit Modis pada Selasa (8/9) pukul 17.00 WIB terpantau 1.317 hotspot di Sumatera dan Kalimantan. Di Kalbar ada 346 hotspot, Kalsel 102, Kalteng 744, Kaltim 55, Jambi 3, Babel 17, Lampung 3, dan Sumsel 47 hotspot.

"Di Riau meski tidak terdeteksi hotspot, namun jarak pandang di Pekanbaru 200 hingga 500 meter pada pagi hari," ucapnya. Pada pukul 16.00, jarak pandang berubah menjadi Pekanbaru 1.500 meter, Rengat 100 meter, Dumai 300 meter, dan Pelalawan 200 meter. "Kualitas udara masih pada level sangat tidak sehat hingga berbahaya."

Data sementara ada 6.287 hektar hutan yang terbakar pada Senin (7/9). Banyak sekolah-sekolah yang diliburkan. Kiriman asap dari Jambi dan Sumsel terus mengarah ke Riau.

Upaya penanganan kebakaran hutan masih seperti sebelumnya, yaitu dengan operasi udara melalui hujan buatan dan pemboman air. Selain itu operasi pemadaman dilakukan di darat, penegakan hukum, dan pelayanan kesehatan. "Perlu segera diambil langkah dengan mobilisasi personil TNI dan Polri secara masif jika ingin kebakaran segera teratasi," kata Sutopo.

Pengalaman keberhasilan operasi darurat asap pada tahun 2013 dan 2014 adalah pengerahan besar-besaran personil TNI dan Polri, yaitu sekitar 3.000 personil untuk membantu pemadaman, patroli, penegakan hukum, dan menjaga daerah-daerah yang sering dibakar. Tambahan personil TNI dan Polri dari Jakarta membantu satuan wilayah sangat efektif.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement