REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jaksa KPK meminta terdakwa Otto Cornelis Kaligis berkata dan bersikap jujur dalam persidangan kasus dugaan pemberian suap kepada hakim dan panitera Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Medan.
Tanggapan tersebut disampaikan untuk menanggapi surat keberatan (eksepsi) yang diajukan Kaligis dengan penasihat hukumnya. Jaksa berharap agar Yudi tidak terjebak dalam jebakan yang disiapkan oleh Kaligis.
"Kami JPU tetap akan bekerja di ruang hukum yang menjunjung tinggi objektivitas dengan mengedepankan kebenaran ilmu dan hati nurani yang dilandasi hati nurani nilai-nilai trendensi," kata jaksa Yudi.
Yudi bahkan mengutip salah satu ayat di Alkitab untuk menguatkan argumennya tersebut. ''Sesungguhnya tangan Tuhan tidak kurang panjang untuk menyelamatkan dan pendengaranNya tidak kurang tajam untuk mendengar,'' kata dia.
Jaksa memohon majelis hakim yang diketuai oleh Sumpeno menolak keberatan eksepsi yang diajukan terdakwa dan penasihat hukum. Ia menyatakan surat dakwaaan telah memenuhi syarat yang menyebutkan pengadilan tipikor pada PN Jakarta Pusat berwenang untuk memeriksa dan mengadili terdakwa dan melanjutkan persidangan ke tahap pemeriksaan saksi.
"Demikian tanggapan kami semoga majelis hakim yang mengadili perkara ini tetap teguh, arif dan bijaksana melanjutkan perkara ini ke tahap pembuktian sehingga harmonisasi dalam pencarian kebenaran pencarian fakta tetap terjaga sehingga dengan demikian hukum benar-benar sarana pencapaian tujuan keadilan, kepastian dan kemanfaatan," jelas Yudi.
Perbuatan OC Kaligis merupakan tindak pidana korupsi yang diatur dan diancam pidana dalam pasal 6 ayat 1 huruf a atau pasal 13 UU No 31 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Pasal tersebut mengatur tentang memberi atau menjanjikan sesuatu kepada hakim dengan maksud untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili dengan ancaman pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 15 tahun serta denda paling kecil Rp150 juta dan paling banyak Rp750 juta.