REPUBLIKA.CO.ID, BOYOLALI -- Perpanjangan masa status darurat bencana kekeringan hingga akhir Oktober, menambah deret panjang penderitaan warga. Terutama, warga di daerah tinggal bencana krisis air. Mereka semakin mengalami kesulitan memperoleh air baku.
Saking sulitnya memperoleh air baku, warga rela menjual hewan ternak untuk membeli air. "Setiap terjadi musim kemarau panjang, terjadi 'sapi makan sapi' sudah terbiasa di sini," tutur Sudarto, Kepala Desa Lanjaran, Kecamatan Musuk, Kabupaten Boyolali, Sabtu (19/9).
Menurut Sudarto, fenomena 'sapi makan sapi' sudah terbiasa di sini. Apalagi, kalau terjadi musim kemarau panjang, seperti saat ini. Warga menjual hewan ternak sapi, untuk membeli air. Kebutuhan air tak bisa ditahan, baik untuk memenuhi Kebutuhan rumah tangga, juga memberi minum hewan ternak.
Sebagian besar warga di sini bertani, dan memelihara hewan ternak sapi perah. Malah, pemenuhan kebutuhan air lebih penting untuk hewan ternak katimbang untuk mandi. "Orang mending tidak mandi, mengalah untuk memberi minum ternak untuk menjaga produks air susu sapi," kata Sudarto.
Memasuki musim kemarau panjang puncak, seperti saat ini. Warga semakin sulit memperoleh air baku. Dan, harganya-pun semakin mahal. Menurut Suparno (40 tahun), warga setempat, mengaku harga air tangki yang terus naik. Sehingga sangat memberatkan warga. Mengingat, air merupakan kebutuhan sehari-hari. Seperti, memasak, mandi dan minum. Dan, tak kalah pentungya, air juga digunakan untuk hewan ternak.
"Warga ada yang nekat menjual sapi, demi membeli minum ternak sapi," katanya.