REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Pertamina (persero) mengklaim kerugian korporasi semakin menumpuk akibat penjualan BBM jenis Premium dan solar yang dijual di bawah harga keekonomiannya. Harga keekonomian premium misalnya, diklaim sebesar Rp 7,700 sampai Rp 7.800. Sedangkan saat ini Pertamina menjualnya dengan harga Rp 7.400. Selisih harganya inilah yang ditanggung korporasi.
Corporate Secretary Pertamina, Wisnuntoro mengatakan, dalam kurun waktu Januari hingga Agustus 2015 Pertamina mencatat kerugian sebesar Rp 15,2 triliun. Angka ini melonjak dibanding laporan Pertamina pada Juli lalu di mana Pertamina mengalami kerugian Rp 12,5 triliun.
"Untuk diketahui dulu sejak 2015 awal sampai saat ini sudah disebutkan bahwa untuk jual premiun sampai rugi Rp 12 triliun sampai hari ini Rp 15,2 triliun," kata Wisnu, Ahad (20/9).
Kerugian ini, lanjut Wisnu, lantaran ada perbedaan mekanisme perhitungan yang digunakan pemerintah sebagai dasar penentuan kebijakan.
"Karena ada harga yang dihitung dengan formula pemerintah. Katakan x, tapi x ini tidak segitu. Makanya pas naik kita harapkan akan turun dan dapat saving. Nunggu akhir tahun akan ada regulasi secara menyeluruh," katanya.
Meski merugi, Wisnu menegaskan bahwa perusahaan akan tetap tunduk kepada pemerintah terkait kebijakan harga jual BBM. Kerugian yang dia ungkapkan ini, lanjutnya,menjadi salah satu dasar bagi pemerintah untuk tidak menurunkan harga jual BBM saat ini meskipun harga minyak dunia tengah turun.
Ke depan, Pertamina mendukung adanya dana stabilitas BBM yang akan dihimpun dari selisih keuntungan penjualan BBM ketika harga minyak dunia sedang turun. Dana ini sekaligus bisa digunakan untuk membangun infrastuktur Pertamina, termasuk kilang.