REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) 2015, jumlah penduduk miskin di Indonesia mencapai 10,96 persen (27,73 juta jiwa) dengan persentase sekitar 62,65 persen penduduk miskin ada di desa. Lemahnya pembangunan di desa ditandai dengan masih rendahnya ketersediaan pelayanan dasar dan ekonomi di desa.
Misalnya, minimnya ketersediaan dan aksesibiltas pelayanan kesehatan, pendidikan, fasilitas ekonomi serta investasi terutama desa-desa di wilayah pinggiran Indonesia. "Kemiskinan masih menjadi persoalan yang dominan di desa," kata Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Marwan Jafar dalam acara 'Mengelola Transisi Pedesaan di Pinggiran Kota menuju Keberlanjutan' di IPB, Senin (28/9).
Menurut dia, kesenjangan antara masyarakat desa dan kota masih terjadi di beberapa daerah di Indonesia. Karena itu, untuk mengoptimalkan potensi desa-desa di pinggiran kota, diperlukan kebijakan yang tepat guna menjamin pembangunan yang berkelanjutan.
Dia menyatakan, kawasan transisi perdesaan dicirikan dengan kawasan yang heterogen, kawasan yang memiliki potensi industri, telekomunikasi, perdagangan dan perumahan yang semakin berkembang. Potensi tersebut, menjadi peluang yang besar untuk meningkatkan aliran investasi dan produksi desa-desa di pinggiran kota.
“Tantangan dalam pembangunan desa-desa di pinggiran kota adalah bagaimana mengelola dan memaksimalkan potensi infrastruktur, perdagangan dan telekomunikasi yang dimiliki. Karena jika tidak mampu dimanfaatkan dengan tepat, akan berdampak munculnya migrasi penduduk desa pinggiran kota ke kota/daerah maju,” ujar Marwan.
Keragaman desa yang ada di Indonesia beserta potensinya harus dikelola sebaik mungkin dan menjadi perhatian bagi para pengambil kebijakan. Potensi desa yang melimpah, menurut Marwan merupakan peluang sekaligus tantangan.
“Kebijakan pengelolaan transisi perdesaan di pinggiran kota mencakup dua hal, pertama adalah pengembangan usaha ekonomi local dan yang kedua adalah peningkatan ketrampilan dan kapasitas masyarakat,” ujar Marwan.
Menurut Marwan, Kebijakan pengembangan usaha ekonomi local merupakan upaya peningkatan produksi produk lokal, optimalisasi potensi, meningkatkan lapangan pekerjaan, dan sekaligus meningkatkan pendapatan masyarakat desa.