Senin 28 Sep 2015 15:39 WIB
Salim Kancil

Sebelum Salim Kancil Dibunuh, Warga Sudah Lapor Polisi

Rep: Andi Nurroni/ Red: Bayu Hermawan
Pegiat lingkungan yang tergabung dalam Tunggal Roso melakukan aksi solidaritas terhadap pembunuhan petani penolak tambang pasir Lumajang bernama Salim Kancil di depan Balaikota Malang, Jawa Timur, Senin (28/9).
Foto: Antara/Ari Bowo Sucipto
Pegiat lingkungan yang tergabung dalam Tunggal Roso melakukan aksi solidaritas terhadap pembunuhan petani penolak tambang pasir Lumajang bernama Salim Kancil di depan Balaikota Malang, Jawa Timur, Senin (28/9).

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Tim Advokasi Tolak Tambang Pasir Lumajang mengatakan seharusnya pihak kepolisian bisa sigap mengantisipasi kasus penyiksaan dan pembunuhan terhadap Salim (46), warga penolak tambang pasir, pada Sabtu (26/9).

Tim advokasi menyampaikan, sebelum peristiwa penyerangan yang menewaskan Salim, Forum Komunikasi Masyarakat Peduli Desa Selok Awar-Awar, Kecamatan Pasirian, Kabupaten Lumajang, sudah mengadukan ancaman yang dialamatkan kepada warga penolak tambang kepada pihak kepolisian.

"Pada 11 September 2015, forum sudah melaporkan secara resmi ancaman terhadap Tosan ke Polsek Pasirian, Namun laporan ini tidak mendapatkan tanggapan yang cukup. Karena nama-nama mereka yang memberikan ancaman sama sekali tidak diproses oleh pihak kepolisian," ujarnya dalam pernyataan pers yang diterima Republika.co.id.

Menurut tim advokasi, orang-orang yang dilaporkan tersebut, kemudian terbukti melakukan penyerangan terhadap Tosan dan Salim. Menurut tim advokasi, jika pihak kepolisian memiliki kesungguhan untuk melindungi keselamatan warga, seharusnya peristiwa tragis tersebut bisa dihindari.

Tim Advokasi menjelaskan, penolakan warga terhadap aktivitas pertambangan, sesungguhnya juga sudah berlangsung lama. Bukan hanya di Selok Awar-Awar, penolakan aktivitas pertambangan di pesisir selatan Lumajang telah menimbulkan keresahan dan penolakan di berbagai tempat.

"Panjangnya daftar konflik akibat aktivitas pertambangan pasir besi di kawasan pesisir selatan Lumajang ini rupanya tidak menjadi pelajaran bagi Pemerintah Kabupaten Lumajang beserta aparat keamanannya," katanya.

"Meskipun telah banyak diketahui bahwa tambang-tambang tersebut banyak yang beroperasi secara ilegal dan merusak lahan pertanian pesisir pantai, namun sama sekali tidak ada tindakan tegas yang dilakukan oleh pemerintah dan aparat penegak hukum," tulis tim advokasi dalam siaran persnya.

Menyikapi kejadian tersebut, tim advokasi yang terdiri dari Laskar Hijau, Walhi Jawa Timur, Kontras Surabaya serta LBH Disabilitas menyerukan sejumlah poin sikap dan tuntutan.

Pertama, tim advokasi mendesak kepolisian dan aparat penegak hukum lainnya untuk serius dalam mengusut  para pelaku pembantaian terhadap Salim dan Tosan hingga aktor intelektual  di balik peristiwa kekerasan di desa Selok Awar-Awar, Kecamatan Pasirian, Kabupaten Lumajang, tersebut mendapatkan hukuman.

Kedua, tim advokasi mendesak Pemerintah Daerah Kabupaten Lumajang untuk segera menutup seluruh pertambangan pasir di pesisir selatan Lumajang.

Ketiga, tim advokasi meminta agar Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) untuk segera memberikan perlindungan terhadap saksi dan korban.

Keempat, tim advokasi meminta Komnas HAM segera turun ke lapangan dan melakukan Investigasi, dan kelima, tim advokasi meminta Komnas Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) untuk memberikan trauma healing kepada anak dan cucu dari almarhum Salim serta anak-anak PAUD yang menyaksikan insiden penganiayaan almarhum Salim di Balai Desa Selok Awar-Awar.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement