REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sosiolog sekaligus Wakil Rektor I Universitas Ibnu Khaldun (UIKA) Bogor, Musni Umar menilai kasus pembunuhan Salim alias Kancil merupakan bukti bahwa masih banyak oknum pemerintah, pengusaha hingga aparat yang belum mengubah pola pikir dalam menyelesaikan masalah.
Musni mengatakan, mereka kerap masih memakai kekerasan saat menghadapi masalah dibanding menggunakan pendekatan dialogis. Padahal jika dilakukan melalui musyawarah mufakat dan dialog hasilnya akan baik.
"Namun apabila pola pikir kita masih mengedepankan kekerasan, maka hasilnya akan sama seperti kasus di Lumajang tersebut," ujarnya kepada Republika.co.id, Rabu (30/9).
Kasus ini hendaknya menjadi momentum perbaikan pola pikir setelah reformasi. Musni prihatin terhadap apa yang terjadi pada Salim Kancil, padahal ia hanya seorang aktivis yang hendak membela warga dan lingkungan. Penambangan pasir sendiri kerap menimbulkan masalah, tidak hanya lingkungan tapi juga sosial.
"Tidak banyak manfaat bagi masyarakat di sekitar karena yang terlibat dan menguasai adalah pengusaha besar," kata dia.
Atas persoalan tersebut, muncul protes-protes dari masyarakat terutama dari para aktivis yang tergabung dalam Forum Komunikasi Masyarakat Peduli Desa Selok Awar-Awar yang tidak menghendaki adanya eksploitasi alam yang akhirnya menimbulkan masalah sosial.
Sayang sekali pengusaha tidak melakukan pendekatan dialog untuk menemukan titik temu antara mereka yang pro dan kontra tambang pasir. Harusnya pengusaha mengambil pendekatan dialogis lewat mustawarah mufakat agar peristiwa berdarah yang menimpa Salim Kancil dan Tosan dapat dihindari.