REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Meskipun fatwa tentang pemuliaan lingkungan telah dikeluarkan, praktek pengrusakan lingkungan masih terus bermunculan. Salah satunya, pembakaran hutan yang menyebabkan daerah Sumatra dan sebagian Kalimantan terdampak tebalnya kabut asap.
Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Yunahar Ilyas, mengatakan, fatwa sendiri hanya sebagai opini hukum yang tidak akan ada artinya apabila tidak dipatuhi. Untuk itu, fatwa harus diikuti oleh kebijakan pemerintah. "Pemerintah harus bertindak tegas menangani kasus pengrusakan lingkungan," ujar Yunaharm Senin (5/10).
Yunahar menegaskan fatwa-fatwa yang dikeluarkan harus ditindaklanjuti oleh pemerintah dalam bentuk regulasi maupun undang-undang. Setelah ada aturan dan undang-undangnya maka harus diterapkan dan diawasi pelaksanaannya.
Agar lingkungan dapat terjaga dengan baik maka semua pihak harus bekerja sama melakukannya baik dari para ulama, pemerintah serta legislatif. Ulama bertugas mengeluarkan fatwa dan ditindaklanjuti oleh pemerintah dalam bentuk kebijakan serta membuat aturannya dalam undang-undang yang dibuat oleh legislatif.
Sejauh ini, Yunahar melihat hal tersebut belum berjalan secara maksimal. Dia mencontohkan, soal pornografi dan minuman keras. Menurutnya, meskipun fatwa dan undang-undang telah dikeluarkan mengenai dua tindakan tersebut, belum diikuti dengan kebijakan dan penegakan hukum dari pemerintah.
Yunahar menjelaskan, dalam Islam tidak ada aturan khusus terkait cara menangani ekses pencemaran lingkungan. Cara menanganinya diserahkan kepada akal pikiran manusia khususnya pemimpin serta masyarakat.