REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat Hukum Universitas Indonesia (UI) Chudry Sitompul mengatakan, sebenarnya latar belakang didorongnya pembahasan Rancangan Undang-undang (RUU) Pengampunan Nasional disebabkan susahnya pemerintah mengumpulkan hasil-hasil korupsi dan penggelapan pajak.
"Dengan RUU Pengampunan Nasional pemerintah lebih mudah mengambilalih harta koruptor dan pengemplang pajak. Kalaupun RUU ini jadi undang-undang maksimal berlaku hanya lima tahun untuk memaksimalkan pengumpulan harta para koruptor dan pengemplang pajak," katanya, Jumat, (9/10).
Negara butuh tambahan dana untuk anggaran. Makanya mungkin ini cara termudah untuk mendapatkan dana tambahan anggaran. Tapi, terang Chudry, RUU ini tidak memiliki rasa keadilan. "Masak para koruptor dengan mudah diampuni hanya karena hartanya bisa disita."
Terkait negara yang disebutkan saat ini kekurangan uang, ia menilai alasan tersebut hanya sebagai kedok saja. Sebab penjahat seperti koruptor itu seharusnya dihukum.
"Namun RUU ini hanya berlaku untuk koruptor yang sudah melakukan korupsi di masa lalu. Koruptor yang akan datang tak bisa dikenai RUU Pengampunan Nasional," ujarnya.