REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) memang terdaftar sebagai salah satu fraksi penyumbang anggota yang menandatangani usulan revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Namun, PPP mengaku belum ada draf soal revisi UU KPK ini. Meskipun, dalam kenyataannya, beredar draf revisi UU KPK saat rapat internal Badan Legislasi (Baleg) DPR RI.
Dalam draf yang sudah beredar tersebut, PPP mengaku ada beberapa pasal yang tidak disetujui mereka. Salah satunya adalah pasal 5 dalam draf tentang pembatasan umur KPK selama 12 tahun ke depan setelah UU KPK ini disahkan. Sekretaris fraksi PPP hasi muktamar Surabaya, Arsul Sani mengatakan, sikap PPP tegas tidak ingin ada pembatasan atau eksistensi KPK. Kalaupun ada pembatasan umur pada KPK, seharusnya diberlakukan secara kualitatif, bukan kuantitatif selama 12 tahun.
“Misalnya setelah indeks persepsi korupsi kita mencapai mencapai angkat diatas 6,” kata Arsul dalam pesan singkatnya, Sabtu (10/10).
PPP akan sepakat dengan batas umur KPK secara kuantitatif 12 tahun tapi dengan syarat. Yaitu, ada ayat tambahan yang menyebutkan bahwa Presiden diberi kewenangan untuk memerpanjang batas waktu eksistensi KPK. Jadi, selama pemerintah atau Presiden masih merasa membutuhkan lembaga ini, umur KPK tetap dipertahankan. Tanpa ayat tambahan itu, maka sama saja dengan ‘membunuh’ KPK.
“Jika mau pembatasan kuantitatif maka harus diberi ayat tambahan bahwa Presiden diberi kewenangan untuk memerpanjang batas waktu eksistensi KPK,” tegas Arsul.
DPR berniat untuk mengusulkan revisi UU KPK masuk dalam prolegnas prioritas 2015. Revisi UU KPK ini akan didorong untuk menjadi RUU usulan DPR RI. Sebelumnya, revisi UU KPK menjadi inisiatif pemerintah untuk menjadi prolegnas prioritas 2015. Namun, Presiden Joko Widodo menyatakan belum saatnya untuk melakukan revisi UU KPK. Secara resmi, menurut PPP, pemerintah belum mencabut revisi UU KPK keluar dari prolegnas prioritas 2015 sebagai usulan pemerintah.