Rabu 14 Oct 2015 22:04 WIB
Insiden Aceh Singkil

DPR: Benih Sektarian tak Boleh Ada

Kapolri Jenderal Badrodin Haiti memberikan keterangan kepada media terkait kasus pembakaran gereja Aceh Singkil di Rumah Dinas Kapolri, Jakarta, Selasa (13/10).
Foto: ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay
Kapolri Jenderal Badrodin Haiti memberikan keterangan kepada media terkait kasus pembakaran gereja Aceh Singkil di Rumah Dinas Kapolri, Jakarta, Selasa (13/10).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Fraksi PDI Perjuangan, Said Abdullah mengatakan benih-benih sektarian tidak boleh ada di Indonesia. Sektarian harus dipadamkan karena bisa mengancam integrasi bangsa.

"Merawat Indonesia sesungguhnya ditandai dari sikap dan perilaku positif yang cerdas dari seluruh elemen bangsa terhadap keragaman agama kita," katanya dalam keterangan tertulisnya, Rabu (14/10).

Hal itu dikatakannya terkait pembakaran sejumlah Gereja di Kabupaten Aceh Singkil, Provinsi Aceh di Jakarta, Rabu (14/10). Said Abdullah mengatakan bangsa Indonesia tidak boleh dikapling-kapling hanya karena perbedaan keyakinan atau agama. Menurut dia, semua agama mempunyai hak yang sama dan setara sehingga wajib hukumnya bagi semua anak bangsa untuk saling melindungi.

"Kekuatan kita adalah kekuatan yang dijalin dari perbedaan suku, agama dan daerah," ujarnya.

Menurut Wakil Ketua Badang Anggaran DPR itu, konstitusi memberi peluang luas bagi warganya untuk ekspresi sesuai keyakinannya. Kebhinekaan, ujar dia, bukan barang baru dan telah ada sejak negara ini belum lahir dan kebhinekaan di Nusantara adalah fakta, bukan masalah.

"Namun sungguh ironis apabila ekspresi keyakinan itu justru ingin menyingkirkan perbedaan atau kebhinekaan yang sudah lama ada," katanya.

Dia menjelaskan, Indonesia memiliki fondasi kebangsaan yaitu Pancasila yang memberikan pijakan kuat bagi bangsa ini yang berbeda-beda latar belakang untuk hidup bersama sebagai suatu bangsa. Fondasi itu menurut dia, sebenarnya penopang eksistensi bangsa dan jika kita berbicara Indonesia, maka tidak mungkin melepaskan apa yang disebut kebhinekaan suku, agama dan ras (SARA), karena adalah "ibu kandung" Republik Indonesia.

"SARA semestinya bisa dijadikan kekuatan yang mempersatukan republik ini, sebab secara kebangsaan, Indonesia terdiri dari gagasan-gagasan yang menitikberatkan pada SARA tanpa kecuali," ujarnya.

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement