REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Keinginan Rasulullah mencetak dinar dan dirham untuk menjadi mata uang umat Islam baru terlaksana pada masa Umar bin Khattab (tahun 642 Masehi). Dinar dicetak sesuai dengan ketentuannya seberat 4,25 gram. Sedangkan, dirham seberat 2,975 gram atau tujuh dinar sama dengan berat 10 dirham. Takaran ini kemudian disahkan oleh World Islamic Mint (WIM).
Koin dinar dan dirham yang dicetak pada masa itu diduplikat dari dirham perak Yezdigird III dari Sassania. Perbedaannya, dalam koin tersebut ada tulisan Arab yang berlafazkan “Bismillah”. Sejak saat itu pula, tulisan “Bismillah” terus ditemukan dalam setiap koin dinar dan dirham.
Pada zaman kekhalifahan Islam Mu’awiyah bin Abu Sufyan (tahun 41-60 Hijriyah), barulah umat Islam mempunyai percetakan dinar dan dirham sendiri. Namun, ketika itu masih tetap mempergunakan dinar cetakan Byzantine. Reformasi finansial secara menyeluruh baru dilaksanakan pada zaman kekhalifahan Abdul Malik bin Marwan (tahun 75-76 Hijriyah).
Saat itu, mata uang asing selain dinar dan dirham cetakan Islam tidak diperbolehkan lagi untuk beredar. Semenjak itu, dinar dan dirham cetakan Islam ini terus dipakai hingga berakhirnya berakhirnya kekhalifahan Turki Usmani tahun 1924.
Percetakan koin dinar dan dirham pada zaman Khalifah Abdul Malik di bawah tanggung jawab al-Hajjaj. Inilah sebenarnya percetakan dirham pertama umat Islam sesuai dengan standar resminya. Dalam koin itu tidak terdapat lagi gambar-gambar berwujud manusia atau binatang.
Al-Hajjaj menggantinya dengan tulisan “Allahu ahad, Allahush shamad/”. Seiring perkembangan zaman, ada juga dinar dan dirham yang dicetak dengan mencantumkan kalimat “La ilaha illallah Muhammadurrosulullah”. Ada juga yang mencantumkan nama pemimpin umat Islam ketika itu dan tahun dicetaknya.
Saat ini, masih ada beberapa negara di Timur Tengah yang masih mempertahankan istilah dinar walau tinggal dalam bentuk uang kertas.
Dinar pertama kali dicetak di Indonesia pada 2000 oleh Islamic Mint Nusantara (IMN). IMN juga mengeluarkan hasil penlitian sejarah, fikih, dan timbangan mitsqal yang diikuti dengan Fatwa Atas Berat dan Kadar untuk Dinar dan Dirham. Hasil penting ini menyatakan dinar dan dirham adalah murni, satu mistqal, yakni 4,44 gram (1/7 troy ounce) dan 1 dirham, yaitu 3,11 gram (1/10 troy ounce).
Saat ini, dinar masih tetap digunakan umat Islam sebagai tabungan dan investasi. Ada juga yang menjadikannya sebagai mahar dan kado pernikahan. Bahkan, ada juga yang menjadikannya sebagai arisan. Alasannya, nilai emas akan terus terpelihara dari inflasi, tidak seperti uang kertas.