REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hasil audit Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) semester II 2015 yang diungkap Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) menunjukan kerugian negara meningkat Rp 600 miliar dibandingkan periode yang sama pada 2014.
"Kerugian negara era Jokowi meningkat menjadi Rp 2,2 triliun pada hasil audit BPK semester II tahun 2015 dari Rp 1,4 triliun pada semester II tahun 2014," kata Manajer Advokasi FITRA, Apung Widadi di Jakarta, Selasa (20/10).
Berdasarkan catatan FITRA, Kementerian Keuangan masa pemerintahan Jokowi-JK membuat kerugian hingga Rp 111,5 miliar. Kemudian berpotensi mengalami kerugian Rp 248 miliar dan kekurangan penerimaan negara sebesar Rp 3,7 triliun.
Menurut Apung, pengelolaan BUMN hingga saat ini masih belum optimal dan cenderung mengalami kerugian. "Utang bank BUMN Mandiri, BNI, BRI, senilai Rp 40 triliun. Selain itu dalam waktu tujuh bulan APBNP 2015 dan RAPBN 2016 Menteri BUMN Rini Soemarno telah mengalokasikan dana sebesar Rp 63 triliun ditambah Rp 44 triliun atau Rp 107 triliun untuk PMN BUMN yang tidak transparan dan akuntabel," ujarnya.
FITRA juga menilai RUU Pengampunan Pajak dinilai tidak tepat dan merupakan sikap yang bertolak belakang dengan para pembayar pajak. Selain itu FITRA juga berpendapat negosiasi Freeport terhadap negara bertolak belakang dengan Tri Sakti Soekarno, Nawa Cita, dan UUD 1945 pasal 33 tentang pengelolaan SDA untuk kesejahteraan rakyat.