REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi III DPR RI akan bertolak ke Surabaya, Jawa Timur, untuk menelusuri simpang siur dan perbedaan status penetapan tersangka calon Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini antara Polda Jawa Timur dengan Kejaksaan Tinggi Jawa Timur.
"Saya akan pimpin Komisi III ke Jawa Timur tanggal 10 sampai 14 (November) mendatang untuk mencari tahu kasus Risma," kata Wakil Ketua Komisi III DPR RI dari Fraksi Gerindra Desmond J Mahesa, Senin (26/10).
Ia mengatakan sepengetahuannya Kapolda Jatim terdahulu Irjen Anas Yusuf telah menyerahkan surat perintah dimulainya penyidikan (SPDP) Risma atas dugaan kasus penyalahgunaan wewenang dalam pembangunan tempat penampungan sementara Kios Pasar Turi, ke Kejaksaan Tinggi Jawa Timur.
Kejaksaan Tinggi Jawa Timur pun belum lama ini menyatakan atas surat SPDP itu maka status Risma adalah tersangka. Namun, Polda Jatim dibawah kepemimpinan Kapolda baru Irjen Anton Setiadji menyatakan tidak ada penetapan Risma sebagai tersangka.
Desmond memandang perbedaan penetapan status Risma ini bisa menimbulkan dugaan bahwa kepolisian diintervensi oleh partai berkuasa yang dalam hal ini mengusung Risma sebagai calon Wali Kota Surabaya periode mendatang.
"Apakah ada intervensi dari luar, misalnya bahwa Risma calon yang diusung partai berkuasa hari ini, kan jadi bisa begitu asumsinya," ujarnya.
Oleh karenanya, pihaknya akan bertolak ke Jawa Timur untuk mencari tahu kebenaran dari persoalan tersebut. "Di kasus Risma kelihatan siapa menegakkan hukum dan siapa tidak menegakkan hukum. Saya sementara ini melihat kepolisian yang main-main," kata dia.
Sebelumnya (23/10), Direskrimum Polda Jatim Kombes Pol Wibowo menegaskan bahwa pihaknya akan mengeluarkan SP3 (surat perintah penghentian penyidikan) untuk kasus Pasar Turi yang diduga melibatkan mantan Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini, karena dinilai tidak cukup bukti.
"Kami memang telah mengirimkan SPDP (Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan) Nomor B/415/V/15/Reskrimum ke penyidik Kejati Jatim, namun bukan SPDP tertanggal 30 September 2015 (sebagaimana pernyataan Kasi Penkum Kejati Jatim, Romy Ariezyanto, Jumat siang), melainkan SPDP tertanggal 28 Mei 2015," jelasnya.
Namun, pihaknya akan mengeluarkan SP3 dalam kasus itu, meski pihaknya telah mengirimkan SPDP ke Kejati Jatim, karena mekanismenya memang harus ada SPDP ke Kejaksaan agar tidak ada celah hukum terkait praperadilan oleh para tersangka.
"Itu proses administrasi yang harus dilalui," katanya.
Dalam SPDP itu, status Risma masih sebatas pihak yang diduga tersangka atau belum berstatus tersangka hingga ada kepastian kasus yang dialami itu akan berlanjut atau justru dihentikan.