Senin 02 Nov 2015 11:30 WIB

Punya Perda Inisiasi Menyusui Dini, Klaten Minim Ruang Laktasi

Rep: Edy Setiyoko/ Red: Indah Wulandari
Kesuksesan ibu menyusui bayinya ditentukan oleh banyak faktor, antara lain dukungan lingkungan sekitarnya termasuk tempat kerja.
Foto: Republika/Wihdan Hidayat
Kesuksesan ibu menyusui bayinya ditentukan oleh banyak faktor, antara lain dukungan lingkungan sekitarnya termasuk tempat kerja.

REPUBLIKA.CO.ID,KLATEN -- Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Klaten Jawa Tengah paling awal memiliki perangkat hukum peraturan daerah tentang pemanfaatan Air Susu Ibu (ASI). Sayangnya, regulasi tentang pemanfaatan ASI itu sangat lemah dalam tataran implementasi.

Perda Nomor 7 Tahun 2008, tentang Inisiasi Menyusui Dini (IMD) tersebut tidak dibarengi maraknya gerakan konsumsi ASI bagi kaum ibu maupun balita.

''Penyediaan ruang laktasi dan kesadaran ASI bagi pekerjaan perempuan juga masih lemah. ''ASI eksklusif bagi pekerja perempuan belum begitu memasyarakat di sini,'' kata  Ketua Ikatan Konselor Laktasi Klaten (I-Klan) dr Agus Widianto, Senin (2/11).

Ia mengungkapkan, salah satu bukti lemahnya gerakan pemanfaatan ASI, yakni minimnya sarana dan prasana penyediaan ruang laktasi. Sebagian besar kantor, instansi pemerintah, apalagi swasta, belum menyediakan fasilitas ruang laktasi, khusus untuk pegawai menyusui bayi.

Melihat fakta demikian, dilatarbelakangi minim penyediaan ruang laktasi, serta rendah kesadaran air susu ibu (ASI) oleh pekerja perempuan di Kabupaten Klaten, I-Klan menggelar kegiatan advokasi pengembangan dukungan laktasi bertajuk 'Mari Dukung Ibu Bekerja Tetap Memberikan ASI'.

Seperti termaktub dalam perda, menurut Agus, setiap sarana pelayanan kesehatan, serta tempat-tempat umum dan perkantoran, atau instansi pemerintahan, wajib menyediakan ruang laktasi untuk mendukung keberhasilan program IMD dan ASI eksklusif.

Mestinya, semua layanan kesehatan dan sebagian tempat umum sudah menyediakan ruang laktasi. Salah satunya, terminal baru Klaten di Buntalan. Namun, di beberapa Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) belum banyak yang sediakan ruang laktasi.

''Maka kita mereka menyediakan ruang laktasi sesuai amanah itu,'' ajak Agus.

Sementara, pekerja perempuan merasa tidak memiliki cukup waktu untuk memberikan ASI eksklusif selama enam bulan bagi anak lantaran terpatok jam kerja. Akibatnya, bayi tidak mendapat asupan gizi dan nutrisi yang cukup.

Namun, penyediaan ruang laktasi harus memperhatikan kenyamanan sang ibu. Bentuknya, bisa berupa panduan memerah ASI yang benar dan higienis, adanya konselor pendamping pemberian ASI, freezer untuk menyimpan ASI, dan lain sebagainya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement