Senin 02 Nov 2015 18:56 WIB

Meski Usang Reog tak Seharusnya Dibakar

Rep: Qommarria Rostanti/ Red: Andi Nur Aminah
Suasana pembakaran alat kesenian reog di Davao City, Filipina
Foto: Istimewa
Suasana pembakaran alat kesenian reog di Davao City, Filipina

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Paguyuban Reog Ponorogo se-Indonesia menilai pembakaran reog yang dilakukan Konsulat Jenderal Republik Indonersia (KJRI) di Davao City, Filipina, tidak dapat dibenarkan. Pasalnya masih ada cara lain yang bisa diambil menghadapi reog yang telah usang tersebut.

“Kalau usianya sudah tua, apa tidak bisa dimasukkan ke museum untuk pembelajaran, mestinya kan begitu,” kata Ketua Paguyuban Reog Ponorogo se-Indonesia, Begug Purnomosidi saat dihubungi Republika.co.id, Senin (2/11). 

Bangsa Indonesia hendaknya menghargai kesenian dan kebudayaannya sendiri. Negara tetangga, Begug mengatakan, ingin menjadikan Reog Ponorogo sebagai keseniannya. “Kita yang punya Reog Ponorogo malah begitu, ini kan tidak pas,” ujarnya. Paguyuban akan segera mencari tahu apa alasan sebenarnya dan pertanggungjawaban apa yang diberikan Kementerian Luar Negeri terkait kejadian ini. “Kami merasa tidak nyaman, yang jelas tersinggung,” kata dia.

Besok, Begug dan rekan-rekannya akan menemui pihak Kementerian Luar Negeri untuk memperjelas permasalahnya. Selain itu pihak KJRI Davao City harus meminta maaf kepada bangsa Indonesia, khususnya para pecinta Reog Ponorogo atas tindakan yang dilakukannya.  

Begug sendiri mengetahui peristiwa pembakaran tersebut dari kawannya dan Youtube pada Sabtu (31/10). Dia berharap Reog Ponorogo dapat diakui secara internasional sebagai warisan budaya Indonesia sehingga tidak diakui oleh negara lain. “Kami akan berjuang agar reog Ponorogo diakui Unesco sebagai warisan bangsa, sama seperti batik,” ujarnya.

 

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini

Apa yang paling menarik bagi Anda tentang Singapura?

1 of 7
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement