REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Salah satu fasilitas yang disediakan negara terhadap tokoh yang telah mendapat anugerah gelar pahlawan nasional adalah pemindahan makam dari kompleks pemakaman biasa ke kompleks Taman Makam Pahlawan.
Termasuk, terhadap Ki Bagus Hadikusumo, tokoh Muhammadiyah yang baru saja mendapat gelar pahlawan nasional dari pemerintah. Kendati begitu, keluarga besar Ki Bagus Hadikusumo mengungkapkan tidak akan menggunakan fasilitas yang diberikan negara tersebut.
Menurut cucu dari Ki Bagus Hadikusumo, Gunawan Budianto, pihak keluarga besar Ki Bagus Hadikusumo sudah melakukan pertemuan dan berembuk soal tawaran pemerintah tersebut. Hasilnya, keluarga besar Ki Bagus Hadikusumo menolak pemindahan makam Ketua PP Muhammadiyah pada 1942 hingga 1953 tersebut.
''Kami sudah berembuk dan memutuskan, tidak. Kami tidak mengizinkan (pemindahan makam). Jadi biarlah, toh semuanya adalah bumi Allah, sama saja kan?'' ujar Gunawan ketika dihubungi Republika.co.id, Kamis (12/11).
Lahir di Kauman, Yogyakarta, pada 24 November 1890, Ki Bagus Hadikusumo wafat pada usia 64 tahun, tepatnya pada 4 November 1954. Mantan anggota BPUPKI/PPKI itu dianggap berjasa dalam upaya merintis kemerdekaan Republik Indonesia dengan terlibat dalam perumusan Mukadimah UUD 1945.
Pemerintah lewat Keputusan Presiden (Keppres) 116/TK Tahun 2015 akhirnya memutuskan memberikan gelar pahlawan nasional kepada Ki Bagus Hadikusumo.
Selain Ki Bagus Hadikusumo, pemerintah juga memberikan gelar pahlawan nasional kepada empat tokoh lainnya, yaitu Bernard Wilhem Lapian (alm), Mas Iman (alm), Komjen Pol Moehammad Jasin (alm), dan I Gusti Ngurah Made Agung (alm).
Makam Ki Bagus Hadikusumo saat ini dianggap sudah tidak terdeteksi. Hal ini menjadi kendala tersendiri dalam upaya pemerintah untuk memindahkan makam Ki Bagus Hadikusumo.
Makam Ki Bagus Hadikusumo yang berada di Pakuncen, Wirobrajan, Yogyakarta, ternyata sudah digunakan oleh orang lain. Kendati demikian, Gunawan menjelaskan, kakeknya memang dimakamkan di Pakuncen, Wirobrajan, Yogyakarta.
Gunawan pun mengakui, makam kakeknya memang sudah digunakan oleh orang lain. Kondisi ini dianggap sebagai hal yang biasa di masyarakat Muhammadiyah, terutama yang tinggal di Kauman, Yogyakarta. Tapi, Gunawan mengakui, masih ingat dan hafal betul lokasi kakeknya dimakamkan.
Tidak hanya itu, Gunawan mengungkapkan, seperti warga Muhammadiyah lainnya, keluarga besar Ki Bagus Hadikusumo memang tidak pernah melaksanakan prosesi nyekar atau ziarah ke makam orang-orang tua, termasuk ke makam Ki Bagus Hadikusumo.
''Tidak ada tradisi nyekar. Kalau mendoakan di rumah sih iya. Anjuran untuk mendoakan orang tua tetap ada dan kami lakukan. Tapi, tidak harus nyekar atau melakukan ziarah secara khusus,'' jelasnya.