REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Sekretaris Jenderal International Conference of Islamic Scholars ("ICIS") KH Hasyim Muzadi mengatakan keberadaan "National Security Act" (NSA) atau Undang-Undang Keamanan Nasional di Indonesia cukup mendesak guna menangkal radikalisme di negeri ini.
"Indonesia memerlukan program yang utuh untuk mengatasi radikalisasi. Sebab, selama ini upaya yang dilakukan oleh sejumlah instansi tidak cukup karena belum adanya aksi bersama dan koordinasi, bahkan tidak ada Undang-undang yang menaunginya sebagai acuan," kata Hasyim Muzadi usai konferensi pers terkait penyelenggaraan konferensi Internasional ICIS di kampus Universitas Islam Negeri Maulana Malik ibrahim (UIN Maliki) Malang, Ahad (15/11).
Karena belum adanya Undang-undang Keamanan Nasional (NSA) tersebut, aparat keamanan hanya dibolehkan untuk menangkap seorang teroris setelah aksi terorisme terjadi. Dan, tanpa adanya NSA, kondisi bangsa Indonesia akan terus seperti ini.
Ia mengemukakan kaum fundamentalis juga enggan untuk segera membuat Undang-undang itu karena dikhawatirkan akan bersentuhan dengan hak asasi manusia (HAM). Padahal, Undang-undang Keamanan Nasional ini mutlak dibutuhkan dan sangat mendesak guna mempertahankan eksistensi dan menjaga keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
"Penanganan keamanan nasional ini harus mulai dari hulu hingga hilir. Oleh karena itu, dibutuhkan sebuah Undang-undang. Hanya saja, kita ini masih takut dicap sebagai pelanggar HAM, sehingga Undang-undang yang seharusnya sudah ada sejak beberapa tahun silam itu harus jalan di tempat pembahasannya," ujarnya.
Undang-undang Keamanan Nasional menekankan kepada kemampuan Pemerintah dalam melindungi integritas rakyat dan bangsa Indonesia serta menjaga keutuhan teritorial negara dari ancaman yang datang dari luar dan dalam negeri.
Wacana pembuatan NSA tersebut pernah digulirkan, namun banyak mendapat kritik dan penolakan dari masyarakat, sehingga sampai saat ini belum menghasilkan sebuah Undang-undang.