REPUBLIKA.CO.ID, RAQQA -- Prancis meluncurkan serangan balasan terhadap kelompok Islamic State of Iraq and Syria (ISIS) di Suriah, kota Raqqa, Ahad (15/11) waktu setempat atau Senin dinihari WIB. Kementerian pertahanan Prancis mengatakan, ini adalah serangan terbesar Prancis dengan menargetkan basis kuat ISIS.
"Operasi melibatkan 10 jet tempur yang diluncurkan bersamaan dari Uni Emirat Arab dan Yordania, 20 bom dijatuhkan," kata pernyataan dari Kementerian, seperti dikutip The Guardian. Misi tersebut dilaksanakan pada malam hari.
Operasi ini diluncurkan dua hari pasca sekelompok orang yang diklaim ISIS melakukan serangkaian serangan di beberapa titik kota Paris. Insiden tersebut menewaskan lebih dari 130 orang. Presiden Prancis, Francois Hollande telah bersumpah membalas serangan tersebut.
Operasi pembalasan Prancis dilakukan atas koordinasi dengan pasukan AS, menargetkan pusat komando dan pusat perekrutan militan, depot amunisi dan kamp pelatihan militan. Pejabat pertahanan mengatakan serangan tersebut masif dan telah menghancurkan dua situs militan di Raqqa.
"Target pertama menghancurkan situs yang digunakan Daesh sebagai pos komando, pusat rekrutmen, dan depot senjata juga amunisi. Target kedua adalah pusat pelatihan teroris," kata kementerian dalam pernyataan. (Baca: ISIS Pernah Bersumpah Penuhi Jalan di Paris dengan Mayat)
Menteri Luar Ngeri Prancis, Laurent Fabius mengatakan, keputusan untuk menyerang Raqqa dibuat pada Sabtu, sehari setelah serangan terkoordinasi teroris di Paris. Ia mengatakan, Prancis telah diancam dan diserang oleh ISIS sehingga adalah normal bila Prancis akan bereaksi dalam rangka membela diri.
"Itulah yang kami lakukan hari ini dengan serangan di Raqqa," kata Fabius dilansir dari Wall Strret Journal, Ahad (15/11).
Aktivis di Raqqa mengatakan, pengeboman simultan itu menyebabkan kepanikan di kota. Raqqa adalah salah satu ibu kota de facto yang diklaim ISIS dan menjadi wilayah kekuasaan sejak 2013. Kota ini dibawah kendali ISIS dan populasinya telah menyusut dari satu juta orang menjadi sekitar 400 ribu orang.