REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejumlah orang ditangkap terkait pemalsuan dokumen kependudukan di Jalan Pramuka Pojok, Salemba Raya, Jakarta Timur. Mereka berjumlah 23 orang, namun baru delapan orang yang ditetapkan menjadi tersangka.
Menurut Kanit III Jatanras Kompol Jerry R Siagian untuk membedakan dokumen asli dan palsu cukup sulit. "Secara kasat mata susah," ujar dia di Mapolda Metro Jaya, di Jakarta, Ahad (22/11).
Namun hal itu, keaslian dokumen tersebut akan diketahui di Dinas Kependudukan. Untuk membuat dokumen palsu, para tersangka menggunakan printer biasa. Selain itu, untuk stempel dan tanda tangan dapat dibuatkan dengan cara scan. Untuk lebih meyakinkan, dokumen tersebut disertai hologram palsu.
Keuntungan pelaku cukup banyak. Setiap transaksi pembuatan KTP dibanderol dengan harga Rp 200 ribu. Namu, tarif itu berbeda jika mereka menggunakan calo, karena harganya bisa Rp 500 ribu. Para pelaku juga lebih menyukai orderan, karena sekali membuat bisa 5 - 7 orang.
Sedangkan, untuk dokumen pembuatan rekening dibanderol dengan harga Rp 2,5 juta. Itu sudah termasuk saldo sebesar Rp 500 ribu. Rekening tersebut asli, namun syarat pembuatannya yang palsu. Rekening tersebut biasanya digunakan untuk bisnis.
"Jadi saya misalnya saya rekrut orang, foto mukanya kasih Rp 100 ribu - Rp 200 ribu satu foto dari pelaku dapat dibuatkan rekening bank sebanyak empat atau lima," kata dia.
Syafii bertugas untuk membuat rekening asli dengan data palsu. Caranya dengan merekrut orang-orang di sekitarnya untuk mau difoto. Kemudian setelah foto jadi, ia memberikan dokumen ke Bahroedin. Setelah itu, Bahroedin mengirimkan ke sejumlah pemesan.